Masjid-masjid Bergaya Arab Dihancurkan dan Berubah Bentuk di China

Penghancuran Ribuan Masjid

Pada tahun 2014, rezim komunis Cina meluncurkan kampanye “serangan keras” terhadap Muslim Uyghur. Di antaranya berupa tindakan pengawasan ketat, penindasan, dan hukuman keras terhadap beragam ekspresi keyakinan Islam, seperti tidak mengonsumsi alkohol dan memiliki al-Qur’an. Kampanye tersebut menyebabkan sekitar satu juta warga Uyghur dan minoritas lainnya ditahan dan dipenjara.

Pada tahun 2018, kampanye Cinaisasi arsitektur Islam meluas. Analisis yang diterbitkan tahun 2023 oleh Financial Times menemukan bahwa 2000-an masjid di seluruh Cina telah dimodifikasi atau dihancurkan sejak tahun 2018.

Muslim Hui relatif lebih leluasa dalam menjalankan ajaran agama dibanding Uyghur. Pemerintah menganggap mereka lebih terintegrasi dengan mayoritas etnis Han. Namun bentrokan kadang-kadang terjadi karena proses modifikasi atau penghancuran masjid.

Tahun lalu ratusan polisi bentrok dengan pengunjuk rasa di Masjid Najiaying yang direnovasi. Protes akhirnya diredam dan renovasi dilanjutkan. Nah, umat Islam di Shadian tidak melakukan protes serupa, karena khawatir dengan apa yang terjadi di Najiaying.

“Sejak saat itu, masyarakat Shadian menyadari bahwa pemerintah memiliki kekuasaan yang sangat kuat untuk mengontrol segalanya,” kata mantan pegawai Masjid Agung Shadian yang meninggalkan Cina pada tahun 2021.

“Masyarakat tidak senang dengan pemerintah yang memaksa mereka untuk pindah gaya masjid. Sebagian besar teman saya telah meninggalkan Shadian. Mereka bilang, ‘Kami tidak bisa bertahan hidup,” ujar salah satu warga.

Masjid Agung Shadian telah dibuka untuk publik saat Idul Fitri bulan April lalu. Banyak kamera pengintai yang dipasang di dalam masjid. Pada tahun 2020 lalu, pengurus masjid menolak pemasangan kamera pengintai semacam itu.

Beberapa orang juga mengatakan bahwa speaker nirkabel telah didistribusikan ke rumah-rumah sekitar masjid untuk mengumandangkan adzan. Panggilan adzan melalui pengeras suara luar telah dilarang.

Pada bulan Februari lalu, Beijing memperketat peraturan tentang ekspresi keagamaan. Tujuannya untuk memastikan bahwa agama yang dianut warganya mengikuti arah Cinaisasi. Beberapa pemerintah daerah sudah melarang anak di bawah 18 tahun untuk datang ke masjid. Di Najiaying, anak di bawah umur dilarang berpuasa.

“Jadi, Cinaisasi Islam tidak hanya soal penampilan masjid,” kata Theaker, sang sejarawan. (sumber: Hidayatullah)

Beri Komentar