Masjid Ground Zero, Hakim Tolak Gugatan Mantan Anggota Pemadam Kebakaran

Hakim Mahkamah Agung Manhattan menolak gugatan hukum seorang mantan anggota pemadam kebakaran di New York City yang ingin menghentikan rencana pembangunan islamic center di dekat lokasi Ground Zero.

Timothy Brown, nama mantan petugas pemadam kebakaran, menuntut agar keputusan Komisi Pelestarian Kota New York dibatalkan, terkait status gedung Park Place–salah satu gedung tua di New York, berusia 150 tahun–yang akan dihancurkan untuk keperluan pembangunan islamic center tersebut.

Gedung yang terletak hanya beberapa blok dari Ground Zero itu rusak ketika terjadi serangan 11 September 2001 yang meluluhlantakkan menara kembar World Trade Center. Pembangunan pusat kegiatan komunitas muslim di dekat Ground Zero itu adalah ide dari seorang pengembang bernama Sharif el-Gamal, Imam sebuah masjid di Manhattan Feisal Abdul Rauf dan istrinya, Daisy Khan.

Sejak rencana itu digulirkan, terjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat AS. Mereka yang menolak, beralasan bahwa pembangunan islamic center dan masjid di dekat lokasi Ground Zero merupakan penghinaan dan akan melukai hati keluarga korban serangan 11 September 2001. Namun mereka yang mendukung, termasuk Walikota New York Michael R. Bloolberg mengataka bahwa berdasarkan konstitusi, tak seorang pun yang berhak mendikte dimana sebuah tempat ibadah harus dibangun.

Timothy Brown adalah salah seorang warga yang menolak, dan mengajukan gugatan hukum ke Mahkamah Agung Manhattan. Namun dalam putusannya, hakim Paul G. Feinnman menyatakan bahwa Brown adalah "individu yang memiliki perhatian yang besar dalam pelestarian sebuah bangunan (ParkPlace)" namun Brown tidak cukup memiliki kekuatan hukum khusus untuk menentukan nasib gedung itu.

Kuasa hukum Brown atas putusan hakim berkomentar, "Kami yakin, kaum lelaki dan perempuan yang dengan gagah berani sudah mengorbankan nyawanya, menginginkan untuk menjaga monumen dan gedung-gedung bersejarah di Ground Zero."

Sementara, kuasa hukum Sharief el-Gamal, Adam Leitman Bailey menyebut putusan hakim Mahkamah Agung sebagai "kemenangan untuk Amerika".

"Meski prahara berlatar belakang kebencian agama menerjang, hakim sudah meluruskan otot konstitusi kita yang tertekuk, untuk menegakkan landasan demokrasi di negara kita," tukas Bailey. (kw/NYT)