Mantan anggota inspeksi senjata PBB Scott Ritter mengungkapkan bahwa AS kini sedang bersiap-siap berperang dengan Iran. "Kita tidak tahu kapan, tapi ini akan terjadi," kata Ritter di hadapan sekitar 150 hadirin di James A. Little Theater, pada Minggu (5/2) malam. Ritter adalah mantan anggota inspeksi senjata PBB yang mengatakan bahwa Irak sudah melucuti senjatanya jauh sebelum invasi AS ke negeri itu pada 2003 lalu.
Ritter membeberkan bagaimana pemerintah AS kemungkinan akan kembali melakukan pembenaran untuk menyerang Iran, sama seperti skenario AS ketika menginvasi Irak. Ritter juga mengatakan bahwa Iran hanya ingin membangun program energi nuklirnya, bukan senjata nuklir. Namun pemerintah Bush, tambah Ritter, menolak untuk percaya pada apa yang dikatakan Iran.
Ia memperkirakan bahwa masalah nuklir Iran akan selesai di Dewan Keamanan PBB. DK PBB akan memutuskan bahwa tidak ada bukti Iran membangun program senjata nuklir. Kemudian, kata Ritter, John Bolton, duta besar AS untuk PBB, "akan memberikan pidatonya yang sudah ditulis terlebih dulu. Isi pidato itu akan mengatakan Amerika tidak bisa membiarkan Iran mengancam AS dan kita harus secara sepihak mempertahankan diri kita sendiri."
Ditanya bagaimana ia tahu hal itu, Ritter mengatakan bahwa ia sudah bicara dengan penulis pidato Bolton.
Ritter juga mengungkapkan perkiraannya terhadap strategi militer AS dalam berperang dengan Iran. Pertama, pasukan AS akan menghujani Iran dengan bom. Jika rakyat Irak tidak menumbangkan pemerintahannya yang sekarang seperti yang diharapkan Bush, Iran kemungkinan akan menyerang Israel. Kemudian, kata Ritter, AS akan menjatuhkan bom nuklir ke Iran.
Lebih lanjut ia mengatakan, satu-satunya cara untuk mencegah perang dengan Iran adalah memilih anggota Kongres yang demokratis pada bulan November nanti, yaitu kubu Republik. Ritter menyatakan tidak khawatir pernyataannya ini akan dinilai partisan karena " ini adalah isu partisan," katanya. Ia menegaskan, persoalannya ada di satu partai di pemerintahan dan jika kubu demokrat masih memegang kontrol kepresidenan dan Kongres, ia menyarankan agar rakyat AS memilih anggota kongres dari kubu Republik.
Ritter pernah bertugas di inspeksi senjata PBB dan mengundurkan diri pada 1998. Sebelum invasi AS ke Irak, ia mengatakan pada Kongres AS bahwa inspeksi perlu dilanjutkan. Sepanjang tahun 1990an, Ritter kerap mengatakan bahwa kebijakan AS yang sebenarnya terhadap Irak bukan ingin memusnahkan senjata berbahaya tapi ingin menumbangkan rejim Saddam Hussein.
AS meyakini, dengan mentransformasikan demokrasi ala AS ke negara-negara Timur Tengah akan mempermudah akses AS terhadap kebutuhan minyaknya. Kebijakan itu, ujar Ritter, lahir dari kepentingan politis, bukan karena adanya ancaman terhadap keamanan dalam negeri AS.
Ritter mengungkapkan, CIA tahu Irak tidak punya balistik, buklir dan senjata kimia maupun biologi pada 1995. "Kami tahu, tidak ada senjata pemusnah massal di Irak," katanya.
Ritter menyalahkan sikap apatis rakyat AS yang membiarkan Bush ketika mengakui ada kesalahan informasi intelejen. Begitu mudahnya seorang presiden berbohong pada publik tentang isu-isu keamanan dalam negerinya, itu disebabkan karena rakyat AS tidak menaruh perhatian pada persoalan itu.
Setelah menyampaikan pidatonya, para hadirin diberi kesempatan bertanya pada Ritter. Salah satu pertanyaan menarik yang muncul adalah, apakah serangan 11 September juga sebuah rekayasa? Dengan nada marah Ritter mengatakan bahwa serangan itu adalah nyata.
Ketika ditanya apakah Ritter tertarik untuk duduk di Kongres. Ia menjawab, "Saya benci politik."
Ritter yang kini berusia 44 tahun sedang giat-giatnya mempromosikan bukunya yang berjudul, ‘Irak Confidential: The Untold Story of the Intelligence Conspiracy to Undermine the UN and Overthrow Saddam Hussein.’ (ln/ich/Islamicity)