Sudah beberapa tahun ini, Syaeeda Hussaini menderita sakit di bagian lehernya, yang membuatnya kesulitan saat menyetir mobil dan tidak bisa istirahat dengan nyaman di malam hari. Oleh sebab itu, akhir pekan kemarin, ia, suami dan tiga anak mereka berencana membeli kasur baru ke toko Mattress Firm yang jauhnya sekitar satu mil dari tempat mereka tinggal.
Sesampainya di toko itu, suami Syaeeda bernama Mohammad, meminta istrinya untuk mencoba berbaring di kasur-kasur yang dijual di toko itu, untuk memilih kasur mana yang ia rasa nyaman agar bisa tidur dengan nyaman dan tidak merasakan sakit lehernya.
Saat itulah, kata Syaeeda, manajer toko datang mendekati mereka tapi menolak untuk melayani. Pada Syaeeda, si manajer toko mengatakan bahwa ia tidak menjual kasur itu dengan alasan keamanan.
Sebagai seorang muslimah, Syaeeda mengenakan busana muslimah lengkap dengan cadarnya. Si manajer toko meminta Syaeeda untuk membuka cadarnya jika ingin dilayani di toko itu. Suami Syaeeda, Mohammad berusaha menjelaskan mengapa istrinya mengenakan busana muslimah, tidak beda dengan busana yang digunakan para biarawati. Tapi si manajer toko tetap tidak mau melayani.
Atas kejadian ini, Syaeeda menulis surat keluhan pada perwakilan perusahaan toko tersebut. Kantor pusat Mattress Firm di Houston yang mengetahui kasus Syaeeda menyatakan bahwa mereka menerapkan kebijakan "tidak menoleransi segala bentuk tindakan rasis dan diskriminasi agama."
"Begitu kami menerima informasi insiden ini, kami mengambil langkah untuk merespon situasi ini," kata Juru Bicara Mattress Firm, Sunni Goodman. Sementara si manajer toko yang menolak melayani keluarga Syaeeda hanya karena Syaeeda mengenakan cadar, sudah tidak bekerja lagi untuk perusahaan tersebut.
Syaeeda memang akhirnya bisa membeli kasus di toko itu, tapi pihak toko Mattress Firm sama sekali tidak menyampaikan permohonan maaf pada keluarga Syaeeda.
Bukan cuma Syaeeda yang mengalami perlakuan tak menyenangkan hanya karena ia seorang muslim. Menurut praktisi hukum dan ketua gugus tugas American Civil Liberties Union of Eastern Missouri, James Hacking, sejak peristiwa serangan 11 September 2001 hingga saat ini, menjadi seorang muslim di AS jadi lebih berat. Apalagi setelah rencana pembangunan Islamic Center dan masjid di dekat lokasi Ground Zero yang memicu kontroversi dan setelah seorang pastor di Florida menyerukan untuk aksi membakar Al-Quran.
Pekan kemarin, Hacking memberikan advokasi pada dua muslim di St. Louis County yang mengajukan gugatan terhadap perusahaan Bankers Life and Casualty Co., dan Daniel Colvis, manajer cabang Chesterfield perusahaan tersebut.
Ali Badran dan Warrad, dua muslim yang bekerja sebagai agen penjualan asuransi di perusahaan itu mengatakan, Colvis berulangkali melontarkan komentar buruk dan penghinaan terhadap latar belakang ras, agama dan etnis Badran dan Warrad di depan pegawai lainnya. Colvis misalnya pernah mengatakan "tolong, jangan ledakan diri kalian" pada kedua pegawai muslimnya itu.
Colvis juga pernah menyuruh Warrad untuk mencukur janggutnya dan menanyakan pada kedua pegawai muslim itu apakah mereka punya hubungan dengan Usamah bin Ladin dan apakah mereka gembira dengan peristiwa serangan 11 September.
Colvis juga memecat Badran pada tahun 2009 dan Warrad pada tahun 2010, meski keduanya memiliki prestasi kerja yang lebih baik dibandingkan agen-agen asuransi non-Muslim yang juga bekerja di perusahaan tersebut. (ln/St.LouisPost)