Meski telah merdeka dari Prancis sejak tahun 1960, sampai saat ini Mali masih sering mengalami pemberontakan, peperangan juga kekacauan. Daftar panjang peristiwa penting semenjak merdeka mungkin dapat memberikan gambaran akan penyebab pecahnya perang antara pejuang pembebasan Mali dengan pemerintah yang juga dibantu Prancis.
1960: Federasi Mali (termasuk Senegal) meraih kemerdekaan dari Prancis. Mobido Keita, seorang aktivis sosial, menjabat presiden pertama negara tersebut. Senegal kemudian keluar dari Federasi pada tahun tersebut.
1962-64: Masyarakat nomaden di wilayah Tuareg – utara Mali, yang merasa tidak puas dengan posisi mereka pada pemerintahan baru dan menginginkan sebuah negara sendiri, memicu konflik yang dikenal dengan Pemberontakan Tuareg Pertama. Pasukan pemerintah Mali memiliki persenjataan yang lebih lengkap, dan setelah mengalahkan pemberontak, wilayah Tuareg dikuasai di bawah administrasi militer. Konflik ini meningkatkan kebencian pada wilayah tersebut, dan menyebabkan banyak warga Tuareg pindah ke negara-negara tetangga.
1968: Pemberontakan yang dipimpin oleh letnan angkatan bersenjata bernama Moussa Traore menggulingkan rezim Mobido Keita. Traore melarang para partai politik oposisi dan menguasai perkembangan negara polisi.
1968-74: Mali krisis kekeringan yang menghancurkan daerah-daerah Tuareg di utara.
1990-95: Pemberontakan Tuareg Kedua dimulai pada era 1990-an, saat partai separatis utara menuntut negara Tuareg untuk berdiri sendiri. Presiden Mali, Alpha Konare memberikan otonomi lebih besar kepada daerah Kidal – Tuareg, menyebabkan konflik mereda, namun peperangan berlanjut hingga beberapa tahun kemudian.
1991: Ketidaksukaan terhadap kondisi ekonomi dan korupsi rezim Traore mempercepat timbulnya gerakan protes pro-demokrasi. Menyusul serangan pemerintah, di mana banyak orang terluka dan terbunuh oleh kekuatan pemerintah, pemberontakan militer mencopot jabatan Traore dari kantornya, dalam gerakan terkenal “Revolusi Maret”. Pemimpin pemberontakan, letkol Amadou Toumani Toure, memimpin Mali sebelum turun ketika pemilu digelar tahun 1992.
1992: Pemilu demokratis pertama digelar di Mali sejak masa-masa sebelum rezim Traore.
2002:. Amadou Toumani Toure, yang memimpin pemeberontakan 19991 yang menggulingkan Traore, terpilih menjadi presiden setelah meraih 64 % suara dalam pemilu.
2006: Pada bulan Juli, Mali menyetujui perjanjian damai dengan para pemberontak Tuareg yang mengincar otonomi lebih untuk daerah padang pasir utara mereka.
2007: Toure meraih 71 persen suara untuk memastikan masa jabatan 5 tahun ke-2 sebagai presiden. Pemberontakan warga Tuareg kembali terjadi di Niger dan Mali, berpusat di utara Niger – wilayah Agadez dan timur laut Mali – wilayah Kidal.
2008: Sejumlah pasukan pemerintah Mali dan pejuang Tuareg terbunuh saat pasukan pemberontak menyerang sebuah posko angkatan bersenjata dekat perbatasan Muritania, meski gencatan senjata berlangsung bagi kedua kubu.
2009: Ratusan pejuang menyerahkan senjata di utara Mali dalam kesempatan bahwa tekanan militer dan mediasi Algeria mungkin dapat membantu mengakhiri pemberontakan yang dipimpin warga nomaden Tuareg.
2011: Setelah berakhirnya konflik di Libya, banyak anggota Tuareg yang telah bertarung demi Muammar Gaddafi pada pedang sipil Libya, kemali ke kampung asal mereka, kebanyakan dengan persenjataan. Pemberontakan Tuareg kembali terjadi di Mali utara, dengan tujuan mendirikan sebuah negara Tuareg independen yang dinamakan Azawad.
January 2012: Baku tembak antara pemberontak Tuareg dengan tentara Mali terjadi di sebuah kota di utara.
February 2012: Penundaan pemilu presiden Mali menjadi April dikarenakan aksi pemberontakan di utara, disampaikan oleh Toure.
March 2012: Mutinous Malian soldiers close the borders hours after declaring they seized power from the president in protest at the government’s failure to quell the rebellion in the north.
March 22: Komite Nasional Pengembalian Demokrasi dan Pemulihan Negara (CNRDR) menyatakan penghentian serangan. Para pejuang Mali mengatakan mereka telah mengalahkan Toure serta menunda konstitusi.
March 23: Persatuan Afrika menunda keangotaan Mali menyusul pemberontakan yang terjadi. Beberapa hari kemudian, Persatuan regional – ECOWAS, berpendapat serupa dan mengancam memberikan saksi mencopot jabatan pemimpin angkatan bersenjata tersebut.
March 28: Toure, saat pertama kali berbicara ke publik setelah pengasingannya, mengatakan pada radio Prancis bahwa ia bebas dan tidak terluka.
March 30 – April 1: Pemberontak Tuareg memasuki kota-kota utam di utara Mali setelah tentara pemerintah melepaskan penjagaan. Mereka menduduki ibukota seperti Kidal, Gao dan Timbuktu dalam penyerangan selama tiga hari. Pemberontakan secara efektif mengendalikan setengah wilayah utara Mali.
April 2: Ecowas memberlakukan beberapa sanksi, termasuk menutup seluruh perbatasan untuk memaksa junta untuk menghentikan serangan.
April 6: Pejuang Tuareg yang telah menguasai wilayah utara negara tersebut mendeklarasikan sebuah negara independen bernama Azawad, dengan kota Gao sebagai ibukota-nya.
ECOWAS dan pimpinan pejuang militer Mali menyetujui sebuah perjanjian, di mana junta akan menyerahkan kekuasan kepada pembicara parlemen, Diouncounda Traore, yang akan menerima sumpah sebagai presiden sementara dengan misi mengorganisir pemilu.
April 8: Presiden Mali, Amadou Toumani Toure mengirimkan surat resmi pengunduran dirinya dari suatu tempat tersembunyi di ibukota, di mana ia telah bersembunyi sejak pemberontakan terjadi. Ini menjadi penanda bagi ECOWAS untuk menjalankan kesepakatan.
April 12: Diouncounda Traore disumpah sebagai presiden sementara. Ia berkata tidak akan ragu untuk berperang dengan para pemberontak yang telah menguasai wilayah bagian utara Mali, jika mereka tidak setuju dengan diskusi perdamaian.
ECOWAS membatalkan sanksi terhadap Mali dan setuju memberikan amnesti kepada mereka yang terlibat aksi pemberontakan. (DS/aljazeera)