Mahkamah Agung Malaysia menolak permintaan seorang perempuan agar perpindahan agamanya dari Islam ke Kristen diakui negara secara resmi. Sementara itu kalangan aktivis hak asasi manusia menilai keputusan Mahkamah Agung sebagai "langkah mundur" negara Malaysia.
Sebelumnya, Mahkamah Agung harus memutuskan apakah National Registration Departement (NRD) telah tepat mengambil tindakan, meminta Lena Joy-nama perempuan itu-mengajukan permohonan pada pengadilan syariah sebelum ia mengganti kata "Islam" dalam kolom agama di kartu identitasnya. Mahkamah Agung juga harus menentukan apakah pengadilan syariah punya wewenang hukum dalam masalah ini.
Sementara Joy berargumen bahwa pengadilan syariah, sistem hukum Islam yang juga berlaku di Malaysia untuk menyelesaikan masalah perdata dan keluarga Muslim, tidak memiliki wewenang hukum lagi sejak dirinya menyatakan keluar dari agama Islam. Joy menegaskan bahwa dirinya berhak menganut agama yang dipilihnya berdasarkan undang-undang federal yang berlaku.
Terlahir dengan nama Azlina Jailani, ia dibesarkan dalam keluarga Muslim namun memilih memeluk Kristen pada usia 26 tahun. Pada tahun 1999, Azlina mengganti namanya menjadi Lena Joy, namun kartu identitasnya masih mencantumkan Islam sebagai agamanya.
Menurut sejumlah laporan, Lena Joy dibaptis pada tahun 1998 di sebuah gereja di Kuala Lumpur dan ia sempat merekam pernyataannya bahwa ia tidak lagi mengakui agama Islam sebagai agamanya dalam sebuah deklarasi resmi pada tahun yang sama.
Dalam pengadilan banding tahun 2005, ditetapkan bahwa NRD telah melakukan tindakan yang benar, menolak permohonan Joy agar kata "Islam" dalam kartu penduduknya dihapus. Joy berkepentingan agamanya yang baru diakui negara, agar ia bisa secara sah menikah dengan tunangannya yang beragama Kristen. Karena hukum di Malaysia tidak mengakui pernikahan beda agama.
Anggota majelis hakim yang terdiri dari Ketua Mahkamah Agung Ahmad Fairuz Syaikh Abdul Halim dan Alauddin Mohd Sheriff sepakat tidak menerima permohonan Joy. Hanya satu hakim yang tidak sependapat yaitu hakim Richard Malanjum.
Yang paling bereaksi atas keputusan ini tentu saja para aktivis hak asasi manusia. Sharmila, pengacara yang juga Sekjen National Human Rights Society menyebut keputusan itu sebagai "interpretasi yang sangat terbelakang dari sebuah konstitusi sebagai dokumen hidup" dan merupakan "langkah mundur" bagi Malaysia.
"Jika masih ada harapan yang tersisa, harapan itu adalah mengedepankan kembali suara yang keberatan berdasarkan fakta, hukum dan logika, " katanya seperti dikutip Aljazeera.
Di Malaysia, kasus ini memicu perdebatan yang ramai. Joy dan tunangannya bahkan dikabarkan mendapat ancaman akan dibunuh. Kelompok-kelompok Islam melakukan aksi unjuk rasa di jalan-jalan menentang permohonan Joy. (ln/aljz)