Mahmud Zahar, Sosok yang Tegas dan Keras Itu, Menitikkan Air Mata

Dan Zahar pun menangis. Air matanya menetes sedih mengalir hingga membasahi bulu janggutnya. Kamera para wartawan segera menangkap peristiwa itu. Mereka menganggap, inilah momentum pertama kali mereka melihat sosok pimpinan Hamas sekaliber Mahmud Zahar menangis.

Biasanya, tokoh ini dikenal keras, dan tangguh dalam menyikapi kekejaman penjajah Zionis Israel, ternyata bisa luluh, diam tak mampu berkata-kata, saat melihat jenazah putranya yang dibantai tentara Israel. Nyala blitz kamera foto dan lampu sorot kamera televisi terus menerus menyorot ke arah Zahar yang sedang menangis. Seorang wartawan yang melihatnya tak terasa juga menitikkan air mata dan menelepon rekannya lalu mengatakan lirih, "Zahar menangis.. "

Zahar, adalah mantan Menteri Luar Negeri Palestina kabinet Hamas. Ia harus berpisah dengan putra sulungnya, Husam Zahar, yang gugur oleh misil Israel yang jatuh di Ghaza, bersama dengan 18 orang Palestina lainnya. Husam Zahar menghembuskan nafasnya yang terakhir akibat ledakan rudal Israel yang menghantam rumahnya.

Sebelum peristiwa ini, sekitar tiga tahun lewat, putra bungsu Zahar bernama Khalid juga telah gugur dalam serangan misil Israel. Di antara fase kehilangan Zahar terhadap dua putera sulung dan bungsunya itu, Zahar juga kehilangan menantunya bernama Ahmad Iwadh yang menikah dengan puteri Zahar. Ahmad Ewadh adalah salah satu komandan di jajaran Batalyon Izzuddin Al-Qassam, dan sangat dibanggakan oleh Zahar.

Khalid si bungsu almarhum, adalah lulusan Universitas Islam di Ghaza dan memperoleh gelar Magister. Sebelum meninggal, ia sudah berbicara dengan sang ayah soal persiapan nikahnya. Tapi tiba-tiba saja helikopter tempur Israel F-16 menyerang rumah tinggalnya dengan bom seberat setengah ton. Ledakannya menghancurkan rumah dan sekaligus isinya, termasuk Khalid. Semuanya rata dengan tanah. Zahar sendiri selamat dari upaya pembunuhan itu. Empat tahun selanjutnya, saat luka kesedihan masih membalut hati Zahar, ia harus kehilangan puteranya lagi, Husam (22) yang bergabung dengan kafilah syuhada.

Mendengar berita duka, Zahar segera bergegas ke rumah sakit Asy Syifa di Ghaza. Air matanya sudah tak mampu ditahannya saat melihat Husam berlumuran darah. Zahar memeluk tubuh dan muka putranya erat-erat sambil terus menangis. Darah di tubuh anaknya pun turut mewarnai wajah dan pakaian Zahar. Husam Zahar adalah seorang penjaga rahasianya. Ia yang menenangkan ayahnya untuk yakin pada dirinya dalam situasi penuh pengamanan rahasia. Ia telah lulus dalam sejumlah latihan militer khusus di Batalyon Izzuddin Al-Qassam, dan bekerja sebagai unit pengamanan tokoh Hamas.

Tapi, Zahar tetaplah seorang yang tegar dan keras untuk terus berjuang menentang Israel. Ia mengatakan, "Kami memberikan semua para syuhada. Ini bukanlah kebanggaan. Karena hati kami bukanlah batu. Kami adalah para orang tua dan kami mengetahui serta merasakan bagaimana duka kehilangan anak. Tapi karena Palestina itu mahal dan surga pun lebih mahal. Karena kemerdekaan dan kemuliaan lebih mulia daripada hidup bertahun-tahun di bawah pendudukan Zionis Israel. "

Ia melanjutkan, "Saya harus berpisah dengan orang yang paling saya cintai dalam hati saya. Perpisahan itu sulit. Tapi yang bisa membuat kami sabar adalah do’a kami yang terus menerus agar Allah swt mengokohkan kami. Janji saya kepada Husam dan Khalid dan seluruh syuhada, bahwa kami takkan menerima dan takkan berhenti berjuang sampai seluruh tanah Palestina merdeka, dan Al-Quds kembali ke pangkuan umat Islam. " (na-str/iol)