Sejumlah organisasi mahasiswa Muslim di Inggris, membantah laporan yang dibuat oleh kelompok sayap kiri di negeri itu yang mengatakan bahwa sepertiga mahasiswa Muslim di Inggris meyakini bahwa membunuh atas nama Islam itu dibenarkan.
Dalam laporan Center for Social Cohesion (CSC), disebutkan bahwa 32 persen dari 632 mahasiswa Muslim yang disurvei menyatakan bahwa membunuh atas nama Islam dibolehkan. Empat persen responden mengatakan membunuh dibenarkan dalam rangka "mengangkat dan mempertahankan" agama, sementara 28 responden menyatakan membunuh dibolehkan jika agama mereka diserang.
Presiden Federation of Student Islamic Societies (FOSIS) Faisal Hanjra menilai laporan itu lemah dari sisi metodologi. Karena menurut FOSIS, mahasiswa Muslim yang tersebar di banyak institusi pendidikan tinggi di Inggris jumlahnya mencapai 90.000 orang.
FOSIS mengatakan, laporan itu tidak lebih sebagai upaya untuk merongrong upaya kelompok-kelompok warga Muslim dalam ikut serta memberantas ekstrimisme di Inggris. "Laporan itu tidak mewakili pendapat semua mahasiswa Muslim. Lebih dari itu, laporan tersebut hanya untuk melemahkan kerja-kerja positif komunitas Muslim di negeri ini, " tukas FOSIS.
Lebih lanjut FOSIS mengatakan bahwa mahasiswa Muslim selama ini sudah mengalami masa-masa yang sulit, terutama sejak peristiwa serangan bom di London pada 7 Juli tahun 2005 lalu. "Laporan ini menjadi bukti bahwa tantangan yang dihadapi mahasiswa Muslim belum berlalu, " tambah FOSIS.
Wes Streeting, presiden National Union of Students (NUS) mengatakan, laporan itu menunjukkan sikap bias dan prasangka buruk dari kelompok think-tank itu dan bukan sikap mahasiswa Muslim di Inggris. Streeting menilai CSC hanya ingin mencari sensasi dan ingin menimbulkan ketakutan di kampus-kampus.
"NUS bekerjasama dengan pemerintah, kampus-kampus dan tentu saja mahasiswa Muslim serta komunitas Islam dari seluruh lapisan masyarakat untuk mengedepankan atmosfir saling bertoleransi dan menghormati sesama, " kata Streeting.
Ia melanjutkan, "Kami tahu ada kekhawatiran tentang ekstrimisme di kampus-kampus, tapi bukti-bukti menunjukkan bahwa persoalan itu tidak melebar."
"Laporan itu hanya ingin melemahkan kekuatan dan upaya yang dilakukan para mahasiswa, institusi-institusi dan pemerintah dalam memberantas ekstrimisme, " sambung Streeting. (ln/iol)