Menteri luar negeri negara-negara Arab dalam pertemuan di Mesir, Jumat (23/11) memutuskan untuk ikut serta dalam Konferensi Annapolis yang digagas AS untuk membuka jalan negosiasi damai konflik Palestina-Israel. Menurut Sekretaris Jenderal Liga Arab Amr Moussa dan Menlu Arab Saudi Saud al-Faisal dalam konferensi pers bersama setelah pertemuan, keputusan itu diambil dengan suara bulat, artinya tidak ada satu pun negara anggota Liga Arab yang keberatan Liga Arab mengirimkan wakilnya dalam konferensi tersebut.
Namun mereka menginginkan agar masalah Dataran Tinggi Golan masuk dalam pembahasan Konferensi Annapolis. Jika masalah ini menjadi salah satu agenda pembahasan, Suriah siap hadir dalam di Annapolis. "Suriah mau hadir jika AS setuju, " kata seorang diplomat Arab.
Tapi sampai saat ini, As belum memberikan respon atas keinginan Liga Arab. "Kami masih menunggu respon AS, " kata Menlu Suriah, Walid Moallem.
Sementara itu, stasiun televisi al-Arabiya yang berbasis di Dubai, jumat kemarin dalam laporannya mengutip sumber-sumber dari Washington yang tidak mau disebut namanya, yang mengatakan bahwa AS setuju dengan tuntutan Liga Arab, asalkan semua negara-negara Arab yang diundang datang ke Konferensi Annapolis. Tetapi, sejumlah sumber di Mesir yang dikutip al-Arabiya mengatakan bahwa AS menarik kembali persetujuannya itu, karena tidak mau memasukkan persoalan Libanon dan Suriah dalam agenda pembahasan Konferensi Annapolis.
Sejumlah negara-negara Arab tetap bersikap skeptis Konferensi Annapolis mampu membawa perubahan dalam proses perdamaian Palestina-Israel. Di sisi lain, bersamaan dengan dibukanya pertemuan Liga Arab di Kairo, PM Israel Ehud Olmert menyatakan bahwa lewat Konferensi Annapolis, ia ingin mengakhiri status quo dengan Palestina.
"Kita sudah banyak membuang waktu untuk menyelesaikan status quo ini. Jika status quo dipertahankan, akan menimbulkan dampak ‘mematikan’ bagi negara Yahudi, " kata Olmert seperti dilansuir harian Israel Haaretz.
"Dampaknya, Hamas akan mengambil alih Yudea dan Samaria (daerah pendudukan Tepi Barat), untuk memperlemah dan menangkapi orang-orang Palestina yang moderat, " sambung Olmert.
Terkait Konferensi Annapolis, polling yang dilakukan surat kabar Yediot Aharonot menunjukkan bahwa 69 persen responden di Israel mendukung konferensi itu, dan hanya 27 persen yang menentang. Tapi 71 persen responden meyakini konferensi itu tidak akan sukses, hanya 22 persen responden yang percaya konferensi itu bakal sukses.
Sekitar 82 persen responden mengaku tidak yakin Israel bisa berdamai dengan Palestina pada tahun 2008 dan hanya 17 persen responden yang percaya bahwa perdamaian itu akan terwujud tahun 2008.
Hasil polling juga menunjukkan, 75 persen responden berpendapat bahwa Israel seharusnya tidak meminta Palestina untuk mengakui Israel sebagai negara Yahudi, hanya 25 persen responden yang mendukung tuntutan Olmert ini. Jumlah peserta polling sekitar 500 orang dari kalangan usia dewasa warga Israel, dengan margin kesalahan 4-5 persen. (ln/alarby)