Liga Arab mengecam Dewan Keamanan PBB yang tidak berbuat apa-apa melihat serangan Israel ke Libanon yang sudah berlangsung hampir sebulan. Liga Arab menuding PBB telah membiarkan benih-benih ‘kebencian dan ekstrimisme’ menyebar di Timur Tengah.
Menteri Luar Negeri Qatar, Syeikh Hamad bin Jassim al-Thani, mewakili Liga Arab, dalam pertemuan khusus Dewan Keamanan PBB mengatakan, sungguh menyedihkan Dewan Keamanan PBB hanya bisa diam, lumpuh dan tidak bisa menghentikan banjir darah yang menimbulkan penderitaan bagi rakyat Libanon yang tak berdaya.
"Apa yang sedang terjadi akan menyemaikan benih-benih kebencian dan ekstrimisme di wilayah itu dan akan menjadi alasan bagi mereka yang merasa bahwa komunitas internasional berpihak pada satu kelompok dan tidak adil dalam menyikapi pertikaian ini," ujar al-Thani.
Ia kembali menegaskan, resolusi PBB harus menyerukan ‘gencatan senjata segera dan komprehensif, serta penarikan mundur pasukan Israel di belakang Garis Biru (Blue Line)’, perbatasan tidak resmi antara wilayah Israel dan Libanon.
Merespon pernyataan Menlu Qatar, utusan Israel di PBB, Dan Gillerman menyerukan dilakukannya tindakan yang efektif untuk membendung Hizbullah, yang disebut Gillerman sebagai ‘teroris’, dengan menempatkan pasukan internasional.
Ia sama sekali tidak merespon seruan agar Israel mundur dari wilayah Libanon.Gillerman malah meminta dunia internasional melakukan tindakan untuk menghentikan pasokan senjata ke Hizbullah dari Suriah dan Iran.
Resolusi PBB Untungkan Israel
Sementara itu, sejumlah analis dan pengamat memperkirakan bahwa resolusi yang disusun oleh AS dan Perancis, hanya menguntungkan Israel.
"Draft resolusi merupakan upaya untuk menyelamatkan Israel dari Libanon, dengan cara membantu Israel mendapatkan kemenangannya baik dari sisi politik maupun diplomatik, yang telah gagal diraih Israel di medan pertempuran," ujar Talal Atrisi, analis politik dari Libanon.
"Draft resolusi itu merupakan upaya untuk kembali memukul Libanon dan memupuskan niat baik Libanon. Mereka telah salah, berpikir bahwa kekuatan politik Libanon mulai kehilangan kesabaran dan akan menerima resolusi internasional untuk mengakhiri perang," tambah Qassim Qussir, analis politik Libanon yang lain.
Muhamad el-Sayid Said, pakar dari Al-Ahram Center for Political and Strategic Studies, yang berbasis di Kairo berpendapat, draft resolusi usulan AS dan Perancis ‘tidak realistis’ dan tidak bisa diimplementasikan di lapangan.
Said menyatakan, seruan untuk melucuti senjata Hizbullah tidak bisa dilakukan. "Ini akan menjadi bunuh diri politik bagi Hizbullah, yang telah memenangkan perang terhadap Israel," imbuhnya.
Penulis asal Inggris Robert Fisk dalam tulisannya yang dimuat surat kabar The Independent, Senin (7/8) menyatakan, draft resolusi AS-Perancis hanya melayani kepentingan-kepentingan Israel saja.
"Analisa mendalam dari draf AS-Perancis-yang merupakan ‘sidik jari’ John Bolton, utusan AS di PBB- hampir semua paragraphnya menunjukkan siapa yang sedang mengendalikan kebijakan Washington di Timur Tengah, yaitu Israel," tulis Fisk. (ln/aljz/iol)