Pluralisme dan Liberalisme Agama merupakan pintu masuk bagi penghancuran agama itu sendiri. Hal ini sudah menimpa agama Nasrani ratusan tahun lalu di Eropa dan Amerika, sehingga gereja di sana banyak yang kosong dan kemudian dijual. Banyak pula orang Eropa dan Amerika yang mengaku sebagai Kristiani kian lama kian sedikit dan berubah menjadi agnostik, kaum yang tidak mau tahu soal agama. Inilah buah dari Liberalisme yang melanda umat Kristiani Eropa dan AS.
Setelah itu, kaum Liberalisme dan Pluralisme yang didalangi oleh apa yang disebut-sebut Henry Ford sebagai The International Jews ini mengarahkan sasarannya ke umat Islam dunia. Indonesia sebagai negeri kaum Muslimin terbesar dunia menjadi tujuan utama gerakan penghancur agama ini. Berkedok sebagai Islam Pluralis, Islam Liberalis, Islam Damai, Islam Kultural, dan kedok-kedok lainnya, mereka mencoba mendangkalkan agama Allah ini.
Selain membentuk Jaringan Islam Liberal (JIL), mereka juga melakukan promosi di dunia maya. Salah satunya, mereka membuat situs www. Libforall. Com yang awalnya (2003) hanya berbahasa Inggris namun beberapa waktu lalu telah pula diluncurkan versi bahasa Indonesia. Tujuannya apa lagi jika bukan untuk memperluas cakupan “jualannya”.
Di halaman pertama kita akan disambut dengan kalimat “LibForAll Foundation adalah sebuah institusi yang berusaha mewujudkan dunia yang damai berdasarkan nilai-nilai luhur agama di bawah bimbingan dan perlindungan Yang Mulia KH. Abdurrahman Wahid dan para ulama lain. ”
Masih di halaman yang sama, Associated Press menulis bahwa CEO LibFor All, Holland Taylor, tengah berupaya menghimpun tokoh-tokoh Liberalis dan Pluralis ber-KTP Islam di seluruh dunia untuk membentuk satu jaringan “Muslim Moderat”. Inilah kalimatnya: “Pendiri-bersama LibForAll C. Holland Taylor sedang menghubungkan para pemimpin Muslim moderat dalam sebuah jaringan mercusuar di dalam dunia Islam yang akan mempromosikan toleransi dan kebebasan berpikir dan beribadah. ”
“Kebebasan beribadah” di sini diartikan sebagai “Walau Anda Muslim, Anda bebas memilih mau sholat apa tidak. Itu terserah kepada Anda” Sebab, bukan rahasia umum lagi jika kelompok ini orang-orangnya sering tidak sholat. Sholahuddin Wahid, adik kandung Gus Dur, pernah berkata dalam satu acara, “Saya tahu betul, Gus Dur itu tidak sholat. ”
Yang kelihatan konyol, terdapat satu kalimat di halaman “Kultur Pop” yang penuh dihiasi tulisan dan gambar band Dewa-19 pimpinan Ahmad Dhani—yang beribu kandung seorang Yahudi-Jerman—yang berbunyi: “Kata-kata “Laskar Jihad” berarti “The Warriors of Jihad. ” Ia juga merupakan nama sebuah kelompok radikal yang telah bertanggung jawab atas meninggalnya ribuan umat Kristen di Indonesia timur, Maluku dan Sulawesi baru-baru ini, dan telah mengusir setengah jutaan lainnya dari rumah mereka. ”
Yang membuat konyol bukan soal Laskar Jihadnya, karena laskar yang ini pun kita tahu betul apa kerjanya ketika tengah bergelora Jihad di Ambon. Tetapi, kekonyolan yang menganggap pihak Muslim yang harus bertanggungjawab atas matinya ribuan umat Kristen di Maluku dan Sulawesi. Padahal, yang memulai konflik, yang memulai serangan, memulai pembantaian, memulai perkosaan, memulai pengusiran, di Ambon sama sekali bukan umat Islam, tapi non-Muslim. Betapa naifnya kalimat itu.
Situs ini pun tanpa tedeng aling-aling menyatakan kelompok Islam Radikal sebagai kelompok yang diilhami Setan. Lihat saja halaman berjudul “Sebuah ‘Fatwa Musikal’ Melawan Kebencian & Terorisme Religius”.
Bendera perang telah dikibarkan oleh mereka. Genderang telah ditabuh. Umat Islam Indonesia harus dididik agar memahami dengan penuh kesadaran agar bisa menilai mana Islam yang benar dan baik, Islam yang berkiblat ke Makkah, yang Nabinya bernama Muhammad Rasulullah SAW, dan mana Islam made in Amerika yang berkiblat ke Washington dan Pentagon, serta nabinya bernama George W. Bush. Ini merupakan pekerjaan besar yang harus ditunaikan oleh orang-orang yang menyandang sebutan Ustadz dan Ulama. Tinggalkanlah paradigma bahwa umat itu komoditas atau alat untuk mendorong mobil mogok, yang didekati jika sedang diperlukan, namun ditinggal kabur ketika sudah tidak dibutuhkan. (Rizki)