Rais Bhuiyan, seorang imigran muslim asal Dhaka, Bangladesh tidak akan pernah melupakan peristiwa mengerikan yang terjadi 10 tahun silam. Ketika seorang laki-laki, tiba-tiba mengacungkan pistol dan melepaskan tembakan ke kepalanya dari jarak dekat.
Bhuiyan luka parah, tapi ia selamat. Sementara penembaknya menghadapi ancaman hukuman mati. Tapi sekarang, justru Bhuiyan yang mengkampanyekan pengampunan atau grasi bagi orang yang telah membuat sebelah matanya buta.
"Saya tidak pernah membencinya dan tidak pernah marah padanya. Agama saya mengakarkan, memaafkan lebih baik daripada membalas dendam," kata Bhuiyan pada surat kabar Inggris The Independent.
"Dia (pelaku penembakan) melakukan apa yang dia lakukan karena dia tidak tahu. Dia tidak mampu membedakan antara yang salah dan yang benar. Dia butuh waktu bertahun-tahun untuk menyadarinya, dan kesadaran itu benar-benar menghampirinya," sambung lelaki yang sekarang berusia 37 tahun itu.
Peristiwa penembakan itu terjadi 10 hari setelah insiden serangan 11 September 2001. Waktu itu, Bhuiyan sedang bekerja di konter sebuah bengkel di Dallas, ketika seorang pemuda yang kemudian diketahui bernama Mark Stroman tiba-tiba mendekatinya dan menembaknya dari jarak dekat.
Stroman disebut-sebut sedang dalam pengaruh narkoba saat melakukan penembakan. Ia melakukan tindakan sadis itu, berlatar belakang kebencian terhadap ras nonkulit putih dan kebencian terhadap orang-orang Arab yang menurutnya pelaku serangan 11 September. Saat tertangkap polisi, Stroman sudah menyerang tiga orang lainnya yang juga mengalami luka berat.
Tanggal 20 Juli 2011, Stroman akan menjalani eksekusi di penjara Huntsville dengan cara disuntik mati. Tapi Bhuiyan, justru berusaha menyelamatkan nyawa Stroman dengan mengajukan permohonan pada negara bagian Texas untuk membatalkan hukuman mati dan membiarkan Stroman hidup tanpa syarat. Hingga hari ini, Bhuiyan masih terus mengupayakan grasi bagi Stroman.
Sudah sepekan Bhuiyan berada di Inggris untuk bertemu dengan para pengacara dari organisasi antihukuman mati "Reprieve". Bhuiyan meyakini, mengeksekusi Stroman akan membunuh peluang Stroman yang mungkin bisa mengubah cara pikir para penganut supremasi kulit putih agar tidak membenci orang lain yang nonkulit putih.
"Agama saya mengajarkan bahwa memberi maaf selalu lebih baik daripada membalas dendam," itulah pesan moral yang kuat, yang selalu diungkapkan Bhuiyan jika ditanya mengapa ia justru berusaha menyelamatkan orang yang telah membuatnya hampir mati.
Saat ini, masih ada sekitar 39 serpihan sisa metal yang bersarang di kepala Bhuiyan akibat tembakan Stroman, dan Bhuiyan kehilangan penglihatan mata kirinya. Keinginannya yang belum kesampaian adalah bertemu Stroman secara pribadi.
"Jika penegak hukum memberikan kesempatan pada saya bertemu empat mata dengan Stroman, hal pertama yang akan saya katakan pada Stroman adalah, bahwa saya tidak membencinya. Jika saya punya kesempatan itu, saya akan memeluknya. Saya akan memberinya pelukan. Saya ingin dia tahu bahwa saya tidak marah padanya," tukas Bhuiyan. (kw/guardian)