Laporan tahuan Council on American-Islamic Relations (CAIR) menyebutkan, sepanjang tahun 2005, diskriminasi dan kejahatan karena rasa kebencian terhadap warga Muslim di AS meningkat 30 persen.
Laporan bertajuk "The Struggle for Equality" melampirkan sekitar 1.972 kasus dan tindak kekerasan, diskriminasi dan pelecehan terhadap warga Muslim. Angka sebanyak itu merupakan jumlah tertinggi kasus-kasus yang pernah dicatat oleh CAIR, dengan peningkatan prosentase sebesar 29,6 persen dari tahun sebelumnya yang mencatat 1.522 kasus.
Sepanjang tahun 2005, CAIR menerima 153 laporan keluhan tindak kejahatan anti Muslim. Angka itu menunjukkan meningkatnya laporan sebesar 8,6 persen dari tahun 2004 yang hanya menerima 141 laporan.
Dari keseluruhan laporan, hampir 79 persen laporan pada tahun 2005 berasal dari sembilan negara bagian ditambah wilayah distrik Colombia. Berdasarkan urutan yang paling banyak laporannya, antara lain negara bagian California (19 persen), Illinois (13 persen), New York (9 persen), Texas (8 persen), Virginia (7 persen), Florida (6 persen), District of Columbia (5 persen), Maryland (4 persen), Ohio (4 persen) and New Jersey (4 persen).
"Kami meyakini, faktor terbesar yang berperan dalam sikap anti Muslim dan tindakan-tindakan yang bias, adalah makin meningkatnya retorika Islamophobia yang membanjir di internet dan acara-acara talk-show di radio pascaserangan 11 September" ujar Direktur Legal CAIR, Arsalan Iftikhar dalam keterangan persnya.
Hal serupa diungkapkan Direktur Komunikasi CAIR Ibrahim Hooper. "Saya pikir situasi sekarang dipicu oleh dua sumber utama, yaitu internet, di mana kita melihat membanjirnya retorika bernada kebencian di internet dan juga di talk-show radio," ujarnya.
Menurut Hooper, hampir semua talk-show di radio belakangan ini, selalu memberikan pandangan negatif dan melontarkan komentar-komentar yang miring tentang Islam.
Menurut Direktur Eksekutif CAIR, Nihad Awad, berdasarkan hasil riset dan pemahaman mereka, makin meningkatnya tindakan yang bernuansa kebencian dan diskriminasi terhadap warga Muslim disebabkan karena iklim negatif yang secara politis diarahkan pada warga MuslimAmerika dan pada Islam pada umumnya.
Para pemuka Islam di negeri Paman Sam itu, sudah berulang kali menyampaikan keluhan terhadap penggunaan istilah-istilah seperti ‘Islam militan’, ‘radikal Islam’, di radio dan acara-acara televisi konservatif. Namun keluhan itu nampaknya belum efektif untuk meminimalkan prasangka buruk terhadap Islam dan umat Islam.
Dalam laporan terbarunya, CAIR juga menjelaskan sejumlah inisiatif yang sudah dilakukan organisasi itu untuk meluruskan pandangan-pandangan negatif tersebut. Antara lain, bekerja sama dengan para cendekiawan Muslim di AS, mengeluarkan fatwa yang tidak mengakui adanya terorisme dan ekstrimisme dikaitkan dengan ajaran Islam, membuat iklan layanan masyarakat ‘Not in the Name of Islam’ dan kampanye bertema ‘Explore the Quran’ dan ‘Muslim Care’ untuk memberikan informasi yang benar tentang Islam pada publik AS.
Atas upaya CAIR, senator Sheila Jackson Lee menyampaikan penghargaannya yang besar atas dedikasi CAIR memperjuangkan hak-hak sipil warga Muslim AS. Ia mengakui, rasialisme, pelecehan dan diskriminasi terhadap warga Muslim dan Arab AS, meningkat tajam pascaperistiwa 11 September. (ln/iol)