Langit Ghaza Pun Menangis…

Duka lara… rintihan.. rasa sakit.. itulah kata-kata yang kini bergaung di Ghaza, Palestina. Tapi kata-kata itupun masih tak bisa mewakili kepiluan yang sesunguhnya terjadi dan telah mencabik-cabik jiwa penduduknya.

Ada 73 orang yang gugur sepanjang hari Sabtu (1/3) akibat serangan brutal Israel. Dan kekejaman itu terjadi tanpa ada kecaman dan kemarahan dunia atas pertumpahan darah yang terjadi.

Jalan-jalan Ghaza pada pagi hari Ahad, sedikit menggambarkan bagaimana penderitaan Muslim Ghaza sesungguhnya. Langit pagi yang sepertinya tak kuasa menahan tangis lalu menitik perlahan-lahan di atas tanah Ghaza yang luluh lantak dihantam rudal-rudal Israel.

Responden Islamonline melukiskan bagaimana jalan-jalan Ghaza yang sepi dari lalu lalang manusia maupun kendaraan. Toko-toko seluruhnya ditutup. Sunyi sepi menyergap semua sudut kota. Tidak ada sekolah, tidak ada perguruan tinggi yang bersuara ramai. Semua penduduk bersembunyi dalam duka di dalam rumah mereka, sebagian merawat anggota keluarga yang mengalami luka ringan maupun parah akibat serangan Israel yang terus menerus berlangsung.

Setiap rumah mempunyai kisah dan cerita duka sendiri-sendiri. Sementara pesawat tempur Israel tetap meraung dalam rentang waktu yang tidak lama di atas langit Ghaza. Pesawat-pesawat itu, seperti mencari target bayi-bayi Palestina yang masih menyusui, mencari anak-anak Palstina yang sedang tumbuh, mengintai masjid-masjid, untuk dihancurkan.

Rumah-rumah yang sudah hancur berikut penghuninya. Gedung-gedung yang berubah menjadi puing di atas tanah seperti mainan kertas anak-anak. Para dokter di rumah-rumah sakit yang sekuat tenaga menyelamatkan para korban dengan alat seadanya dan darah tumpah di berbagai sudut ruang. Ketua tim kedokteran rumah sakit Ghaza mengatakan, sebagia besar korban yang datang sebenarnya sudah tinggal menunggu kematian karena ratusan orang dari mereka terluka parah di sekujur tubuhnya.

Penduduk Ghaza, mereka meninggalkan anak-anak mereka untuk bergabung dalam gerbong mujahidin menentang penjajahan keji Israel. Pelopor mereka adalah sayap militer Hamas, Izzuddin Al-Qassam. Mereka berlomba untuk melakukan aksi menjemput syahid di jantung Israel.

Seorang pemuda, sebut saja Khalid, dia terlibat dalam upacara pemakaman keluarganya yang meninggal akibat serangan Israel. Ia pun berteriak marah, “Kami katakan kepada para mujahidin yang ingin melakukan aksi syahid. Persiapkan diri kalian. Darah harus dibalas dengan darah. Mereka harus dibalas dengan sangat keras.”

Apa yang diteriakkan Khalid, juga diteriakkan oleh ratusan orang yang mengiringi jenazah penduduk yang menjadi korban, dengan kalimat yang berbeda-beda.

Ghaza yang hancur luluh. Ghaza yang dihantui deru pesawat terbang penghancur. Mereka semua berdo’a kepada Rabb langit dan bumi. Semoga mereka mendapat kesabaran dan kekuatan menghadapi derita yang tak putus ini… (na-str/iol)