“Pak Baha, katanya kalau sapi satu itu dinaiki 7 orang. Semisal kalau sapi limusin itu harganya kan Rp70 juta. Kalau iuran orang 7 kan berat. Misalnya iuran orang 20, anggap saja kuat (sapi limusin) dinaiki 20 orang.” (hehehe)
Setelah bertanya kepada saya karena saya guyoni. Kalau orang nasionalis itu kan biasa. Misalnya istrinya Rukhin kerja ngajar di SD Wonokromo, Rukhin kerja ngajar di SD Kotagede. Orang nasional kan biasa seperti itu. Yang tanya saya itu orang nasional, ya tidak NU ya tidak Muhammadiyah. Hanya saja suka Islam.
Artinya, nanti istrinya Rukhin berkurban di SD Wonokromo sama guru-guru laki-laki di situ, Rukhin berkurban dengan guru-guru perempuan di SD Kotagede. Berarti kan istri Rukhin diambil orang? (hahaha)
Makanya timbul pertanyaan, kalau kurban bareng itu kan risikonya kadang membawa istri orang lain. Sebab, yang ikut patungan itu kan bukan mahramnya. “Ayo yang pada iuran siap-siap istrinya dibawa orang lain. (hahaha).”
Saya juga pernah ditanya begitu, di tempat saya ada kurban iuran sapi, tapi saya lebih suka kambing. Karena saya agak egois, ingin kurban sendiri. “Gus, kok tidak ikut urunan (patungan) kurban sapi?” “Emoh (tidak mau).”