KTT Arab XXI; Antara Rekonsiliasi Sejarah dan Basa-basi Pribadi

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab XXI di Doha (30/3) berakhir dengan cepat. KTT yang diagendakan akan berjalan selama dua hari ini ternyata selesai dalam satu sehari.

Walaupun topik rekonsiliasi sejarah begitu hangat dibicarakan, sebagian analis menganggap KTT ini biasa-biasa saja dan tidak mewujudkan harapan jutaan warga Arab yang mengawasi para pemimpinnya melalu chanel TV dan berbagai media massa.

Pemimpin redaksi Surat Kabar Al-Quds Al-Arabi yang terbit di London menyifati KTT ini sebagai pertemuan yang tidak berfaedah. Pemred Al-Quds Al-Arabi Abdul Bari Uthwan mengatakan, "Rekonsiliasi yang seharusnya dicapai berupa proyek strategi kebangkitan untuk membangkitkan bangsa Arab dan mengeluarkannya dari berbagai krisis yang melanda."

Sebaliknya, pemred surat kabar mingguan Mesir (El-Osboa) Mahmud Bakri menyatakan, bahwa KTT ini dinilai positif dari sisi banyaknya jumlah peserta yang hadir. Ada 17 pemimpin Arab yang baru kali pertama menghadiri KTT Arab, sejak awal KTT Arab diadakan pada tahun 2001 secara berkala.

Namun Uthwan menolak pernyataan ini. Ia menyatakan, "KTT kali ini sama sekali belum sukses, ditinjau dari sisi apapun." Uthwan beralasan, bahwa persoalan sampingan telah menunutupi persoalan utama yang semestinya dibicarakan, seperti strategi perdamaian dan langkah pro-aktif dunia Arab terkait hal tersebut, dan adanya kekuatan besar yang mulai tumbuh dan tampak di kawasan Arab saat ini.

Rekonsiliasi Sejarah

Kepada Aljazeera.net Mahmud Bakri mengungkapkan, “Nilai positif KTT ini mencakup beberapa permasalahan, diantaranya keberhasilan KTT dalam menjembatani rekonsiliasi sejarah antara Libya dan Saudi Arabia.”

Bakri menambahkan, "KTT ini telah berhasil menggiring suara mayoritas dunia Arab untuk menerima kesepakatan pelaksanaan KTT selanjutnya di negara-negara anggota. Padahal sebelumnya negara-negara Arab terkesan menjauh untuk berpatisipasi dalam KTT ini."

Bakri juga melihat, "Dalam KTT ini, selain ketidakramahan Mesir, tidak terlihat adanya perselisihan dan permusuhan."

Bertentangan dengan Bakri, Uthwan mengatakan, "Seandainya saja KTT ini benar-benar membahas permasalahan utama bagi dunia Arab, yang ditinjau dari banyak sisi."

Uthwan juga mengungkapkan kekecewaannya, karena KTT kali ini didominasi oleh permasalahan pribadi, sedangkan tujuan utama dan permasalahan strategis dikesampingkan. Karena rekonsiliasi sejarah yang dimaksud adalah perselisihan yang terjadi antara Gaddafi dan Raja Saudi Abdullah bin Abdul Aziz, yang telah berlangsung selama 6 tahun.

Terkait dukungan Arab terhadap Umar Basyir, Uthwan mengatakan, "Saya harap agar Basyir tidak terlalu berhadap pada para pemimpin Arab. Karena dulu Saddam Husein pernah berharap, tapi akhirnya ia mati digantung. Yasser Arafat juga pernah berharap pada para pemimpin Arab, namun akhirnya ia tewas diracun." (sn/alj)