Krisis Keuangan Picu Tragedi Kemanusiaan di AS

Pemerintah AS kini bukan hanya dibuat pusing dengan kehancuran ekonominya, tapi juga kelemahan mental sebagian rakyatnya yang tak kuat menanggung beban krisis keuangan. Otoritas berwenang di AS mulai khawatir melihat dampak krisis terhadap masyarakatnya, dan sekarang sedang giat-giatnya menghimbau warganya yang mengalami stress agar segera meminta bantuan.

Laporan Associated Press menyebutkan, di bebera tempat saluran telepon hotline yang disediakan bagi mereka yang mengalami gangguan mental tak henti-hentinya berdering, layanan konsultasi menerima banyak permintaan konsultasi dan tempat-tempat penampungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga banyak yang penuh.

"Beberapa orang mengatakan, apa yang terjadi saat ini mengingatkan pada situasi emosional saat peristiwa serangan 11 September," kata Canon Ann Malonee, seorang pastor dari Gereja Trinitas di New York.

Tidak tahu harus kemana mengadu karena krisis yang dialaminya, banyak warga AS yang menelpon layanan hotline pencegahan bunuh diri. Organisasi Samaritans di New York menyatakan, jumlah penelpon sejak setahun kemarin meningkat 16 persen dan kebanyakan mengeluhkan masalah keuangan. Sementara Switchboard di Miami menerima 500 telpon yang mengadukan nasibnya karena harta bendanya disita.

"Banyak orang yang mengatakan pada kami bahwa mereka telah kehilangan segalanya. Kehilangan rumah, atau menghadapi ancaman penyitaan, kehilangan pekerjaan …," kata Virginia Cervasio, direktur eksekutif sebuah lembaga yang mendata kasus-kasus bunuh diri di Lee County, sebelah baratdaya Florida.

Dan daftar tragedi menyedihkan korban krisis keuangan di AS pun makin panjang. Di Massachusetts, seorang ibu rumah tangga mencoba menutupi krisis keuangan yang dialaminya dari keluarga dan suaminya. Ibu rumah tangga itu menulis surat ke perusahan hipotiknya berbunyi "Begitu Anda menyita rumah saya, saya akan mati." Dan ibu rumah tangga bernama Carlene Balderrama benar-benar membuktikan ancamannya. Ia bunuh diri dengan meletuskan peluru ke tubuhnya.

Di Los Angeles, Karthik Rajaram, 45 juga bunuh diri, setelah sebelumnya menembak istri, tiga anaknya dan ibu mertuanya. Dalam pesan yang ditulisnya diketahui Karthik membunuh keluarga dan dirinya sendiri karena kesulitan keuangan.

Kasus Karthik, mendorong pihak kepolisian dan aparat yang bertanggung jawab terhadap kesehatan mental masyarakat mengeluarkan himbauan agar mereka yang merasa bermasalah akibat krisis keuangan yang terjadi, segera mencari bantuan. Kepolisian mengaku khawatir kasus Karthik akan memicu gejala "meniru" apa yang dilakukan Karthik.

"Kita sedang berada dalam masa yang cukup berat dan butuh kekuatan untuk tetap tegak berdiri," kata Kepala Deputi Polisi Michel Moore.

Tragedi lainnya terjadi di Tennessee pekan kemarin. Seorang perempuan bernama Pamela Rose menembak dirinya sendiri, setelah deputi sherrif di wilayah itu mengusir perempuan tersebut dari rumahnya yang akan disita. Hal serupa dilakukan Addie Polk, seorang nenek berusia 90 tahun di Akron, Ohio. Beruntung Polk selamat dan sekarang sedang dalam proses pemulihan. Perusahaan hipotik Fannie Mae juga bersedia mencabut perintah penyitaan rumah Polk, setelah mendapat bantuan dari anggota dewan dari wilayah itu. Di Ocala, Roland Gore menembak istrinya dan seekor anjingnya, membakar rumah dan bunuh diri, setelah rumahnya terancam disita.

"Stress akibat persoalan keuangan membuat orang merasa tidak berdaya. Mereka meyakini, keluarganya lebih baik mati daripada hidup tanpa dukungan keuangan," kata Kristen Rand, direktur Violence Policy Center di Washington D.C.

Sementara Dr Edward Charlesworth, seorang ahli psikologi klinis di Houston mengatakan, krisis keuangan yang melanda saat ini memicu kekhawatiran yang kronis di kalangan masyarakat yang terserang panik dan merasa tak berdaya sekaligus marah dengan pemerintah mereka, karena telah membuat mereka sengsara.

Secara statistik, memang belum jelas benar hubungan antara kasus-kasus bunuh diri dengan memburuknya situasi perekonomian di AS dua tahun belakangan ini. Tapi secara historis, kasus-kasus bunuh diri memang meningkat ketika terjadi kesulitan ekonomi dan krisis ekonomi yang melanda AS dan dunia saat ini disebut-sebut sebagai krisis terburuk sejak Great Depression.

Setidaknya ada 500.000 data proses penyitaan dan jumlahnya dipekirakan akan terus bertambah sampai tahun depan, meski pemerintah sudah menggulirkan paket penyelamatan. Jika demikian, entah seberapa banyak lagi tragedi kemanusiaan yang akan terjadi akibat lilitan masalah keuangan. Dalam kondisi sulit seperti sekarang ini, sulit mengharapkan kekuatan mental dari masyarakat yang terbiasa menjadikan uang sebagai "dewa". (ln/AP/yh)