Untuk mengantisipasi aksi-aksi terorisme setelah peristiwa 11 September, pemerintah AS berusaha membangun hubungan yang lebih dekat dengan warga Muslim dan warga Arab Amerika. Di antaranya dengan melakukan berbagai program seperti pertemuan-pertemuan besar, diskusi dengan para pemuka masyarakat dan dialog dengan warga lokal di masjid-masjid, sekolah serta menggelar acara-acara kebudayaan.
Dengan menjalin hubungan yang dekat dengan warga Muslimdan Arab Amerika, pemerintah berharap mereka mau bekerja sama untuk memberikan informasi pada pihak yang berwenang jika ada pendatang baru yang mencurigakan atau ada aktivitas-aktivitas kelompok militan, sehingga para agen AS bisa mencegah sebuah rencana jahat sebelum segalanya terlambat.
Namun, sejumlah warga Muslim dan Arab Amerika menilai pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah AS itu, tidak lebih dari sekedar propaganda, perekrutan dan kegiatan mata-mata.
"Pendekatan itu bukan untuk merangkul kita dan mengikutsertakan kita. Komunitas Muslim dan Arab khawatir," kata aktivis Kenwah Dabaja, yang bersama keluarganya beremigrasi ke AS dari Libanon.
"Ini bukan pendekatan yang sebenarnya. Bagi sebagian orang ini adalah perekrutan dan penyebaran propaganda," sambungnya. Menurut Debaja, yang dibutuhkan adalah hubungan sejati yang lebih dekat.
Setelah peristiwa 11 September, warga Muslim dan Arab Amerika kerap menjadi sasaran tindakan rasial dan dikriminasi, di bawah kampanye peran AS melawan terorisme.
"Satu hal yang dipelajari setiap orang di negeri ini adalah, anda tidak bersalah sampai bisa dibuktikan bersalah. Tapi hal itu tidak berlaku lagi bagi komunitas Muslim," kata Imam Hasan al-Qazwani, kepala Islamic Center of America, yang juga menjadi masjid terbesar di Dearborn. Dearborn adalah daerah pinggiran di kota Detroit, sebuah tempat di AS yang paling banyak warga Muslim dan Arabnya
Imam Hasan baru-baru ini sudah meminta pemerintah AS untuk mengkaji ulang kebijakan keamanannya yang secara tidak adil menjadikan warga Muslim AS sebagai sasarannya.
Butuh Waktu untuk Pulihkan Kepercayaan
Terkait dengan upaya pendekatan pada warga Muslim dan Arab di wilayah Dearborn, Sheriff Detroit Michael Bouchard menyatakan, butuh waktu untuk meningkatkan kerjasama keamanan dengan komunitas Muslim dan Arab.
"Tiap kali anda mengalami ketidakpercayaan dan kesalahpahaman yang sudah berlangsung lama, butuh waktu untuk memperbaikinya," katanya.
Sejumlah warga Muslim dan Arab khawatir mereka sedang diawasi, khususnya setelah adanya kebijakan yang membolehkan pengungkapan hasil rekaman telepon sebagai salah satu upaya mengantisipasi aksi terorisme.
Para pejabat federal, negara bagian dan lokal yang menangani antisipasi terorisme menyadari bahwa ketidakpercayaan yang mendalam dan kecurigaan menjadi batu sandungan bagi upaya mereka menghapus jurang pemisah dengan warga Muslim dan Arab Amerika.
Seorang pejabat senior di Washington mengatakan, "kami belum cukup melakukan sesuatu" untuk menjalin kerjasama dengan warga Muslim guna memerangi terorisme. Pejabat itu mengatakan, pemerintah harus melakukan pertemuan dengan para intelejen untuk membangun kepercayaan antara pejabat pemerintah dengan warga keturunan Timur Tengah, mendorong agar polisi lokal lebih dekat komunitas tersebut serta mendekati mereka agar mau memberikan informasi dengan suka rela."
William Kowalski, agen khusus FBI untuk wilayah Detroit, setuju dengan usulan itu. "Tugas kita adalah meyakinkan mereka bahwa mereka bisa mempercayai kita sehingga mereka mau datang pada kita dan memberikan informasi, yang selanjutnya akan kita selidiki. Atau, menunjukkan pada kita jika mereka melihat orang-orang yang mencurigakan," papar Kowalski. (ln/iol)