Korupsi dan penyelundupan di sektor industri minyak di Irak, menjadi ancaman terbesar bagi kondisi ekonomi negeri yang kini porak poranda akibat invasi AS.
Dalam laporan yang dibuat oleh kantor inspektur jenderal kementerian perminyakan Irak disebutkan, "Korupsi di sektor perminyakan dan penyelundupan produk-produk perminyakan ke negara-negara tetangga merupakan penyebab utama di balik hilangya uang sejumlah milyaran dollar, dan dua masalah ini merupakan ancaman terbesar terhadap perekonomian Irak."
Juru bicara kantor Inspektur Jenderal Kementerian Perminyakan Irak, Asim Jihad, mengutip isi laporan itu menyatakan, korupsi dan penyelundupan serta serangan yang kerap terjadi pada pipa-pipa saluran minyak di utara oleh kelompok bersenjata di Irak, membuat Irak kesulitan untuk membangun kembali infrastruktur industri minyaknya. Dan satu-satunya solusi untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Irak harus mengambil langkah tegas.
"Sekitar 20 persen produk minyak yang diimpor Irak tahun lalu senilai 4,2 milyar dollar, diselundupkan ke negara-negara tetangga. Produk minyak mentah yang diproduksi di Irak juga dicuri dari pipa-pipa salurannya," demikian isi laporan itu.
Dalam laporannya, Inspektur Jenderal Kementerian Perminyakan mendesak parlemen Iran dan PM Jawad al-Maliki segera mengambil langkah tegas terhadap kasus-kasus penyelundupan dan korupsi ini serta memberikan perlindungan terhadap ladang-ladang minyak dan pipa-pipa salurannya dari serangan kelompok bersenjata.
Produksi minyak Irak mengalami stagnansi rata-rata 2,05 juta barrel per hari di pertengahan bulan Maret ini, lebih kecil dari target yang diinginkan AS yaitu 2,5 juta barel per hari. Angka tersebut juga menjadi angka terkecil dari volume produksi minyak Irak yang mencapai puncaknya di era tahun 1970-an yaitu 3,7 juta barrel per hari. Irak terbukti memiliki kandungan minyak sekitar 110 milyar barrel dan merupakan negara ketiga penghasil minyak terbesar setelah Arab Saudi dan Kanada. (ln/aljz)