Harian berbahasa Ibrani, Haaretz, terbitan Israel menyebutkan adanya koalisi Israel dan sejumlah pimpinan Fatah, berikut pimpinan sayap keamanan Palestina di bawah kordinator Abu Mazen. Koalisi inilah, menurut laporan Haaretz, yang berada di balik aksi serangan terhadap sejumlah tokoh Hamas dan gedung-gedung pemerintahan Palestina yang dikuasai Hamas.
Dalam harian edisi hari Rabu (4/10), Haaretz mengutip pernyataan koresponden Israel bernama Haas, “Baik Israel maupun pimpinan sayap keamanan Palestina pro Abu Mazen dan pimpinan Fatah mempunyai kepentingan sama untuk menggulingkan Hamas dari pemerintahan Palestina. Perkembangan ini membuka peluang untuk melanjutkan kembali perundingan antara pemerintah Palestina dan Israel yang selama ini nyaris punah. Perundingan yang diarahkan oleh Israel untuk menutupi aksi pendudukan Palestina dan berbagai aksi kekerasan dan pemaksaan di Tepi Barat.’
Haas bahkan mengatakan bahwa sesungguhnya Israel adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas krisis ekonomi yang sangat parah dialami oleh pemerintahan Palestina di bawah Hamas. Menurut Haas, “Israel adalah pihak yang mewajibkan penangkapan, pengepungan, pemblokadean, pemenjaraan ratusan ribu orang Palestina di penjara besar, di samping pencurian harta pemerintah yang seharusnya disalurkan sebagai biaya pajak barang dan menjadi sumber keuangan bagi pemerintah Palestina.”
Sementara itu, seorang kolumnis Roney Syaked, di harian Yodiot Aharonot mengatakan, “Pertikaian terakhir antara Fatah dan Hamas adalah bagian dari pertikaian melawan pemerintah yang seharusnya berhak menentukan masa depan bangsa Palestina. Apakah Palestina akan menjadi sebuah negara Islam, fundamentalis seperti dikehendaki Hamas atau masuk dalam lingkup keluarga internasional sebagaimana diajukan oleh Fatah dan Abu Mazen.”
Menurut Syaked dalam makalah tersebut, “Pimpinan Fatah memang memimpin revolusi menggulingkan Hamas. Abu Mazen ingin memaksa Hamas menerima kesepakatan digelarnya pemilu baru atau mengumumkan kondisi darurat dan membekukan pemerintah Hamas, lalu mendirikan pemerintahan sementara hingga tiga tahun mendatang.” (na-str/iol)