Sepanjang Ahad (11/3) kemarin puluhan rakyat Irak kembali menjadi korban tewas. Sekitar 60 orang warga peziarah Syiah tewas terbunuh di Baghdad, sementara puluhan lainnya luka-luka menyusul aksi-aksi kekerasan di berbagai tempat.
Sumber-sumber keamanan Irak, seperti dikutip al-Arabiya.net memberikan keterangan bahwa sedikitnya 31 orang terbunuh dan sekitar 20 orang luka-luka dalam sebuah ledakan mobil di wilayah al-Karadah. Para korban terkena ledakan saat mereka pulang dari Karbala setelah melakukan ritual ziarah 40 hari ke makam Imam Husein.
Ledakan lainnya terjadi saat sebuah bom bunuh diri menyerang warga sipil dalam sebuah bus dekat al-Jamiah al-Mustanshiriyyah, Baghdad, yang menawaskan 10 orang dan melukai delapan orang.
Sementara keterangan yang diberikan sumber medis di Rumah Sakit Ibnu Nafis di al-Karadah menyebutkan, pihaknya menerima 18 orang korban terbunuh termasuk dua di antaranya wanita serta 25 lainnya luka-luka. Keterangan lainnya dari sumber medis di Rumah Sakit Al-Kindi dekat al-Jamiah al-Mushtanshiriyyah mengatakan, pihak rumah sakit menerima 3 korban tewas, tujuh luka-luka akibat ledakan bom di sebuah bus.
Terkait pengalihan masalah Irak yang dikaitkan dengan keterlibatan Suriah dan Iran, Fraksi ash-Shadriyyah di Parlemen Irak menolaknya mentah-mentah. Fraksi yang berafiliasi ke Syiah pimpinan Muqtada Ash-Shadr menilai, pengalihan masalah itu sama artinya dengan mempreteli kedaulatan Irak. Kendati demikian, Fraksi menyambut baik kehadiran Suriah dan Iran dalam Konferensi Internasional tentang Irak karena kedua negara itu mempunyai pengaruh sangat besar di Irak.
”Kami mendukung konferensi internasional apapun. Tapi kami menolak keras pengalihan apapun terkait masalah Irak, karena hal itu merongrong kedaulatan Irak, ” tandas Nishar ar-Rabi’i, deputi Muqtada Ash-Shadr.
Lebih lanjut dikatakan Ar-Rabi’i, ”Tidak mungkin konferensi itu menghasilkan hasil-hasil yang lebih baik dari sebelumnya, tapi setidaknya akan berbeda dibandingkan konferensi yang telah diselenggrakan sebelumnya, terutama dengan keberadaan Suriah dan Irak di samping delegasi AS. ”
Pihak Ash-Shadr menilai bahwa keberadaan Suriah dan Iran dalam konferensi itu punya pengaruh besar selama kekuatan-kekuatan penjajah masih bercokol di Irak.
Seperti diketahui bahwa untuk pertama kali sejak KTT Arab pada tahun 1990, pada Sabtu (10/3) telah digelar sebuah konferensi internasional tentang Irak yang dihadiri 16 negara, termasuk negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB, negara-negara tetangga dan beberapa negara Timur Tengah.(ilyas/alrb)