Para pakar agama Islam selama tiga hari kemarin berkumpul di Kuala Lumpur, Malaysia untuk membahas tentang berbagai persoalan terkait hukum Islam. Dalam Konferensi Internasional yang bertajuk "Ijtihad and Iftaa’ in the 21st Century: Challenges and Prospects" mencuat wacana untuk melembagakan fatwa-fatwa yang telah dan akan dikeluarkan.
Ketua Konferensi yang juga Deputi Rektor International University Malaysia (IIUM) dan Ketua International Institute for Muslim Unity (IIMU) Profesor Doktor Sano Koutoub menekan pentingnya menerapkan regulasi dalam mengeluarkan fatwa untuk menghindari tindakan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yang mengeluarkan fatwa untuk memanipulasi dan untuk kepentingan pribadi atau agendanya sendiri.
"Haris ada kesatuan pandangan yang disetujui bersama terhadap fatwa-fatwa yang terkait dengan kepentingan publik dan fatwa-fatwa yang secara khusus harus dikeluarkan oleh seorang mufti yang benar-benar cakap dan bertanggung jawab, " kata Koutoub dalam konferensi yang dihadiri oleh para ulama, cendikiawan, hakim, mujtahid, mufti dan akademisi Muslim.
"Contohnya, tentang ketentuan mendaftarkan perkawinan yang oleh sebagian ulama yang kuran cakap dianggap sebagai hal yang baru yang bisa diabaikan, " sambung Koutoub.
"Tapi, faktanya, jika dikaitkan hak dan kepentingan publik, hal semacam itu perlu dilakukan dan sejalan dengan tujuan hukum syariah serta sejalan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat, " jelasnya.
"Dari contoh di atas, saya melihat ada kebutuhan untuk melembagakan fatwa-fatwa supaya ada jaminan bahwa orang-orang yang benar-benar cakap keilmuannya yang bisa memberikan fatwa, " tukas Koutoub.
Untuk itu, ia menghimbau agar sistem dan lembaga-lembaga pendidikan di dunia Islam memberikan ruang untuk melatih dan mendidik generasi baru mufti dan mujtahid yang benar-benar kompeten dan bisa memimpin serta memberikan fatwa yang bertanggung jawab.
Koutoub juga menegaskan bahwa seorang mufti harus peka akan realitas dan perubahan yang terjadi di dunia dan harus terus mengikuti perkembangan informasi. "Seseorang tidak boleh mengeluarkan fatwa, kalau belum keilmuannya belum benar-benar mumpuni. Karena hal itu ibarat memberikan obat pada orang sakit, padahal yang memberi obat tidak terlalu paham soal obat-obatan. Fatwa sama seperti obat yang harus diberikan oleh seorang dokter yang ahli, " jelas Koutoub. (ln/iol)