Jadi, Imam Syafi’i tidak hanya belajar dari buku Imam Malik yang sangat terkenal, Mu’atta sejak usia dini, namun seperti yang dilansir beberapa orang, dia juga mendapat kehormatan saat berada di kota Madinah, untuk belajar langsung di tangan tuan mazhab pemikiran itu.
Setelah berguru ada ulama terkemuka, maka Mohammad Ibn Idris (Imam Syafi’i) kemudian melanjutkan untuk memunculkan aliran pemikirannya sendiri yang sekarang dikenal mahzab Syafi’i .
Kontribusi paling penting dari Syafi’i kepada badan akademis pengetahuan Islam adalah pembentukan dasar-dasar yang kuat tentang prinsip-prinsip fikih Islam. Pemikirannya mengenai ajaran Islam itu kemudian diwujudkan dalam sebuah buku penting, yakni karya Al-Risala yang dianggap oleh banyak orang sebagai karya akademis terpenting di bidang ini., yakni pinsip-prinsip fikih Islam.
Pada zamannya, saat itu pemikiran Imam Syafo’i dibenak banyak orang saat itu sebagai ‘ajaran revivalis’. .Proses cara kajian penelitiannya adalah dimulai dengan mencari makna harfiah dari sebuah ayat Alquran dan kemudian beralih ke hadits terkait (tradisi Nabi Muhammad SAW.
Setelah itu kemudian berkembang menjadi sebuah konsensus pendapat semua orang terpelajar yang berkumpul (Ijma) yang menerapkan penalaran dengan analogi (Qiyas).
Setelah mengkaji soal fiqih, Imam Syafi’i juga dinobatkan sebagai pelopor gagasan untuk membuat perbedaan antara aplikasi peradilan mengenai pertimbangan hukum (Istihsan) dan penalaran hukum murni dengan analogi (Qiyas).