Pada tanggal 11 April, di salah satu ruang sidang militer Israel di penjara Ofer, tiga anak laki-laki duduk di Layanan Penjara Israel SHABA berseragam coklat. Kaki ketiganya diborgol, mata mereka memandang tajam ke arah hakim, pengacara mereka, dan keluarga mereka.
Yang termuda di antara mereka berusia 14 tahun , bernama Mohammad Khaleq, bertubuh kecil, kurus dengan tanda lahir berwarna coklat di bawah mata kanannya dan kelainan jantung sejak lahir. Mohammad ditangkap dari rumahnya di desa Silwad, dekat Ramallah, serangan pasukan Israel pada hari Jumat 5 April lalu pada pukul 2 dini hari. Delapan tentara bersenjata berat menyerbu masuk ke rumah sederhana, membangunkan keluarga Khaleq – dua orang tua dan enam anak, yang paling kecil berusia enam tahun – dan mengumpulkan mereka dalam satu ruangan.
“Para tentara mengira mereka telah datang untuk menangkap saya,” ayah Muhammad, Abdelwahab 46 tahun, mengatakan kepada Al Jazeera. “Ketika mereka melihat bahwa Muhammad hanya seorang anak mereka merasa malu, tapi mereka tetap membawanya pergi.”
Mohammad, yang lahir di New Orleans dan memegang kewarganegaraan AS, dipukuli di dalam jip militer Israel dan dibawa ke sebuah pemukiman ilegal Israel bernama Ofra, di mana ia mengatakan ia menghabiskan dua belas jam dengan mata tertutup, diborgol, dan dibelenggu pada kaki. Tentara Israel memindahkan dia dari satu tempat ke tempat lain, dan mendorongnya begitu keras hingga ia jatuh di atas batu dan mematahkan kawat gigi nya.
Kemudian ia dibawa ke pusat penahanan ‘Benyamin’, di mana ia diinterogasi selama dua jam tanpa kehadiran pengacara atau orang tuanya. Pada saat itu, Abdelwahab telah tiba di pusat penahanan dan menuntut untuk melihat anaknya. Mohammad mendengar suara ayahnya, dan mengatakan kepada Al Jazeera bahwa interogator Israel “menjebaknya” . Ia mengaku melemparkan batu untuk mampu melihat ayahnya. Mohammad bilang dia mengaku, tetapi tetap tidak diizinkan untuk melihat ayahnya.
Tidak sampai dua hari kemudian , pengacara baru dapat menjumpai Mohammad, ia dipindahkan ke penjara Ofer Betunia, sebelah barat laut Ramallah. Empat hari setelah penangkapannya, seorang wakil dari Konsulat Amerika Serikat meninjau Mohammad. Karena Mohammad muslim maka para pejabat AS hanya mengatakan. “Tidak banyak yang bisa kita lakukan,” info dari Abdelwahab.
“Apa yang Anda harapkan dari pemerintah AS?” tanya Abdelwahab, yang pindah ke wilayah Palestina yang diduduki pada tahun 1999. “Mereka wajib melakukan sesuatu untuk anak kelahiran AS dengan kewarganegaraan Amerika, tetapi mereka tidak ada bantuan apapun.”
Departemen Luar Negeri AS mengkonfirmasi penangkapan warga negara Amerika Serikat oleh pemerintah Israel di Tepi Barat. “Kami mengharapkan pemerintah bahwa penangkapan seorang warga negara AS untuk memastikan warga negara AS diperlakukan secara adil,” kata sebuah pernyataan yang dikeluarkan sehari sebelum sidang pertama Muhammad. “Peran kami dalam kasus penangkapan umumnya mencakup pemantauan kasus dengan maksud apakah warga AS diperlakukan dengan baik, memastikan bahwa mereka memiliki akses ke daftar pengacara, dan memfasilitasi komunikasi dengan keluarga dan teman-teman.
Diperkirakan 700 anak ditangkap oleh Israel setiap tahun, menurut sebuah laporan terbaru [PDF] dirilis oleh UNICEF, di mana banyak mengalami pemukulan, pelecehan verbal, intimidasi psikologis dan kurang tidur. Sejak tahun 2000, lebih dari 8.000 anak telah ditangkap.
Kasus Muhammad, ditunda sampai Minggu tanggal 14 April , dan tertunda lagi ke Rabu, 17 April. Jaksa Israel meminta perpanjangan untuk memeriksa kasus anak itu lebih lanjut. Mohammad bangkit untuk pergi, ia melontarkan senyum kecil ke arah ayahnya, Ayahnya menyarankan dia untuk mengatur waktunya dengan baik di penjara, untuk terus membaca Quran, dan untuk menjauh dari para narapidana yang merokok, yang mungkin memperburuk kondisi jantungnya.
“Jangan meminum obat apapun dari mereka, apapun kondisinya ,” ayahnya mengingatkan. “Saya tidak mempercayai mereka. Jaga dirimu, Nak.”
-Linah Alsaafin- (Dz/Alj)