“Tekanan psikologisnya sangat besar, ketika Anda harus mengkritik diri sendiri, membenci pemikiran Anda sendiri–etnis Anda sendiri,” kata Bekali, menangis.
“Saya masih memikirkannya setiap malam, hingga matahari terbit. Saya tak bisa tidur.”
Pemerintah China secara umum menolak mengomentari kamp yang ditempati Bekali. Namun, ada beberapa pejabat yang dikutip media mengatakan bahwa perubahan ideologi dibutuhkan untuk memerangi separatisme dan ekstremisme Islamis.
Kelompok Muslim Radikal Uighur dilaporkan telah membunuh ratusan orang dalam beberapa tahun terakhir ini dan China menganggap kawasan Xinjiang sebagai ancaman besar bagi negara.
Kamp-kamp doktrin ini menyebar dengan cepat dalam beberapa tahun terakhir, tanpa proses yudisial maupun dokumen legal.
Para tahanan dipaksa melupakan identitas agama dan politiknya dengan sistem imbalan dan hukuman. Bentuk hukuman itu sendiri bisa berupa kurungan isolasi, pemukulan dan kelaparan paksa–seperti yang dialami Bekali.
Lelaki berusia 42 tahun itu ditahan aparat keamanan China selama delapan bulan sejak tahun lalu, tanpa bantuan hukum.
Cerita Bekali sulit untuk diverifikasi, tapi dua diplomat Kazakhstan mengonfirmasi ia sempat ditahan selama tujuh bulan dan dikirim ke kamp indoktrinasi.
Dimintai komentar soal kamp itu, Kementerian Luar Negeri China menyatakan “tak pernah mendengar” situasi yang digambarkan.
Ketika ditanya mengapa warga asing turut ditahan, kementerian menyatakan pemerintah melindungi hak warga asing di China dan mereka meski menaati hukum.
Pejabat di Xinjiang tidak merespons permintaan komentar terkait hal ini. [cnnindonesia]