Mantan presiden Iran yang juga dikenal sebagai tokoh reformis, Mohammad Khatami menyatakan, Presiden AS Barack Obama sulit mewujudkan "perubahan" yang dijanjikannya jika tidak berani melawan kuatnya pengaruh Israel dan kelompok lobi Yahudi Zionis di negara itu.
Dalam wawancara dengan Newsweek, Khatami mengaku percaya dengan niat baik Obama untuk melakukan perubahan dalam cara dan tindakan Washington, tapi Obama tidak berkutik karena tekanan dari kelompok-kelompok pro-Israel di AS makin kuat.
"Saya pikir Obama tulus ingin melakukan perubahan yang riil di dalam Amerika dan dalam kaitan hubungan AS dengan negara-negara lain di dunia. Yang jadi pertanyaan, apakah reformasi itu cuma sekedar komestik atau menyangkut perubahan yang subtansial," kata Khatami.
Menurutnya, kendala utama dalam upaya perubahan yang dilakukan Obama adalah Israel dan entitas Zionis di AS. "Israel dan Zionis memiliki lobi yang sangat kuat baik dari sisi finansial maupun media. Mereka bisa menciptakan publisitas negatif dan perang psikologis ketika mereka merasa kepentingan AS terancam," tukas Khatami.
Dalam wawancara itu, Khatami mengatakan, saking kuat dan luasnya pengaruh lobi Yahudi Zionis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah AS, banyak orang beranggapan bahwa ibukota AS yang sesungguhnya adalah Tel Aviv.
"Saya berharap Obama punya nyali untuk bertindak dan mewujudkan perubahan nyata yang dijanjikannya," kata Khatami.
Ditanya mungkinkah AS dan Iran memulihkan hubungan bilateralnya, Khatami menjawab bahwa Iran bisa memaafkan dan melupakan perlakuan buruk AS terhadap Iran, jika AS benar-benar menunjukkan sikap serius untuk memperbaiki hubungan dengan Iran.
"Pandangan negatif terhadap AS bukan hanya ada di level pemerintahan, tapi hampir di seluruh rakyat Iran pada umumnya. Mereka masih ingat peristiwa-peristiwa misalnya, kudeta tahun 1953 serta sanksi dan embargo yang diberlakukan negara-negara Barat terhadap Iran usai revolusi Islam," kata Khatami.
Khatami menegaskan bahwa AS sudah saatnya mengubah pola pikirnya yang picik dan harus mulai menghormati hak-hak negara lain.
"AS berpikir bahwa mereka adalah ‘saudara besar’ Eropa dan satu-satunya negara industri di dunia, satu-satunya penguasa di negara-negara Islam dan negara dunia ketiga. Jika AS mengubah cara berpikirnya itu, barulah kita bisa duduk bersama dan memutuskan apa saja kepentingan bersama antara AS dan Iran," tandas Khatami. (ln/prtv)