Sehingga kemudian, harta itu digunakan untuk melunasi siapapun yang dia kehendaki.
Dan dia masuk dalam hal ini bahwa apabila mereka menetapkan status hukum terhadapnya seperti kasus hukum orang meninggal, seyogyanya mereka memasukkan orang yang mengakui sesuatu untuknya bersama yang dia utangi.
Begitu pula, kata Imam Syafii, mereka mengeluarkan dari tangannya apa yang dia akui untuk seseorang seperti mereka melakukan itu pada orang sakit yang membuat pengakuan dan kemudian meninggal.
Ada kemungkinan bahwa harta yang bersangkutan hendaknya dijual untuk orang yang utangnya sudah mengalami jatuh tempo.
Sementara, orang-orang yang utang-utangnya baru mengalami jatuh tempo di waktu belakangan, maka hendaklah pelunasannya juga ditunda.
Sebab dia bukan orang meninggal, dan dapat dimungkinkan baginya memiliki harta itu, sedangkan orang meninggal tidak memiliki apa-apa. (RPK)