Kepala partai Islam moderat Tunisia yang berkuasa, An-Nahdhah hari Minggu kemarin (3/6) mengeluhkan semakin melebarnya perpecahan di tengah masyarakat Tunisia sembari menyatakan kurangnya dialog nasional dalam struktur sosial negara pasca-revolusioner.
Rasyid Ghannouchi kepada hadirin dalam perayaan ulang tahun ke 31 dari kelahiran gerakan Islam Tunisia menegaskan bahwa Tunisia membutuhkan dialog nasional yang lebih baik setelah pemerintahan otokratis menjadi negara demokrasi di negara tersebut.
Tujuan dari revolusi hanya dapat dicapai melalui konsensus nasional,” katanya. “Pada masa sulit ini, kita perlu konsensus dan rekonsiliasi yang didikte oleh kepentingan nasional dan bukan oleh keberpihakan yang sempit.
Partai Islam An-Nahdhah disahkan Maret 2011 menyusul penggulingan Presiden Zine El lama-Abidine Ben Ali dalam sebuah revolusi populer.
An-Nahdhah sendiri menolak untuk mengadopsi hukum syariah dalam menjalankan pemerintahanan, namun beberapa pihak masih menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap gerakan Islam dalam negeri, yang menurut mereka mungkin mencoba untuk membatasi kebebasan berekspresi dan nilai-nilai sekuler.
Kekerasan terakhir di Tunisia telah memicu kritik terhadap para pejaba tIslam terpilih setelah revolusi dan mereka dianggapn terlalu sedikit untuk menghentikan aktivitas kelompok Salafi.
“Mereka yang ingin memecah belah masyarakat, menabur perselisihan dan memperlakukan orang dengan buruk bukan bagian dari revolusi,” kata Ghannouchi.(fq/afp)