Ketua Moro Islamic Liberation Front (MILF) Haji al-Murad Ebrahim mengatakan, jika pemerintah Filipina terus melakukan operasi militer di selatan Filipina untuk memburu para pejuang MILF, pihaknya terpaksa melakukan perlawanan sehingga konflik kemungkinan akan meluas dan berlangsung lama.
"Saya tidak mau ada ‘Irak lainnya’ di Asia Tenggara. Kami menyerukan dunia internasional untuk menengahi. Kami masih percaya bahwa yang terbaik adalah kembali ke proses perdamaian, " kata Ebrahim dalam wawancara dengan al-Jazeera. Ia menegaskan, MILF tidak punya pilihan lain selain melakukan perlawanan untuk mempertahankan diri dari operasi-operasi militer yang dilakukan militer Filipina.
Ketegangan MILF dan pasukan Filipina kembali terjadi setelah para pejuang MILF menyerang patroli militer Filipina di kota Calanugas. Menurut keterangan militer Filipina, serangan itu menewaskan tujuh orang tentara Filipina dan seorang pejuang MILF.Beberapa jam kemudian, sebuah pos militer di kota yang sama juga diserang, menyebabkan lima tentara Filipina luka-luka. Masih pada hari yang sama, pejuang MILF menyergap pasukan Filipina yang sedang mengawal para pekerja proyek pembangunan jalan. Komandan pasukan Filipina Dickson Hermoso mengatakan, dua tentaranya luka-luka dalam insiden serangan itu.
Dalam wawancara dengan al-Jazeera, Ebrahim menolak tuduhan agen-agen intelejen Filipina yang mengatakan bahwa MILF punya hubungan dengan al-Qaidah pimpinan Usamah bin Ladin dan organisasi Jamaah Islamiyah. "Tapi karena situasi perang di Mindanao, siapa saja bisa masuk karena tidak adanya kontrol di wilayah ini, " tukas Ebrahim.
Pertempuran baru yang terjadi antara MILF dan pasukan militer Filipina, memicu kekhawatiran komunitas Muslim di negara itu. Direktur Phillipine Council on Islam and Democracy, Amina Rasul mengungkapkan kekhawatiran itu dan berharap PBB atau badan dunia lainnya turun tangan dan mendorong kembali proses negosiasi antara MILF dan Filipina.
MILF dan pemerintah Filipina seharusnya sudah menandatangani kesepakatan damai pada 5 Agustus kemarin, di mana dalam kesepakatan itu Filipina setuju untuk menjadi wilayah selatan sebagai wilayah Muslim. Kesepakatan tidak jadi ditandatangani karena protes seorang politisi Katolik dan sejumlah pemuka agama Katolik yang tidak setuju dengan adanya wilayah khusus Muslim di Filipina.
Alih-alih memenuhi janjinya untuk memberikan "tanah air" bagi Muslim Filipina, pemerintah Filipina malah menggelar operasi pengamanan ke basis MILF di selatan Filipina, yang memicu konflik baru. Sejak konflik antara Filipina dan MILF memanas lagi, sedikitnya 100 warga sipil tewas dan lebih dari setengah juta orang mengungsi. (ln/aljz)