Otoritas China melabeli 40.557 warga Uighur tersebut sebagai warga yang ‘berbahaya’, buron, tahanan kriminal dan ‘berguru pada imam yang tak sah’.
Usut punya usut, aplikasi Zapya dikembangkan oleh DewMobile Inc yang markas pusatnya di Beijing. Ternyata, Zapya ini juga populer di luar China, sebab banyak dipakai pengguna di Myanmar, India dan Pakistan.
Zapya memungkinkan smartphone terhubung dengan perangkat lainnya tanpa perlu terkoneksi dengan website. Kemampuan ini, kata ICIJ, menjadikan Zapya populer di area yang miskin internet.
Dokumen Partai Komunias China menunjukkan, lebih dari 1,8 juta Uighur di Xinjiang telah mengunduh Zapya antara Juli 2016 sampai Juni 2017.
ICIJ belum mendapatkan informasi yang sahih bagaimana China mengakses aplikasi Zapya pada puluhan ribu pengguna tersebut. Namun perlu kamu ketahui, pemerintah China memiliki kekuatan dan kewenangan untuk meminta data pengguna dan percakapan pribadi kapan pun mereka menginginkannya.
Pemerintah China di Xinjiang juga mengawasi warga Uighur melalui teknologi. Menurut laporan Human Right Watch pada tahun ini dan detailnya pada file ICIJ tersebut menunjukkan, otoritas setempat menggunakan aplikasi khusus untuk mendata informasi personal dari warga Uighur. Informasi yang dikumpulkan yaitu pandangan politik, penggunaan alat kontrasepsi, penggunaan listrik di rumah. [vv]