Sejarawan Uighur, sekaligus dosen senior di Universitas Manchester Rian Thum, mengatakan penempatan anak-anak di panti asuhan yang dikelola negara adalah bagian dari strategi pemerintah China untuk mencoba mengasimilasi populasi Uighur.
“Ini adalah kebijakan yang tersebar luas secara konsisten, mereka memiliki terminologi khusus untuk itu,” kata Thum.
“Kami melihatnya tak hanya di satu atau dua area, kami dapat melihatnya di seluruh wilayah Uighur.”
Pemerintah China membantah telah berusaha menghapus budaya Uighur, dengan mengatakan mereka menghormati semua etnis dan agama minoritas China.
Pada konferensi pers di bulan Februari, juru bicara pemerintah Xinjiang mengatakan ada berbagai alasan mengapa orang Uighur di luar negeri mungkin kehilangan kontak dengan kerabat mereka di rumah, termasuk bahwa mereka mungkin “tersangka kriminal dalam tahanan polisi.”
“Jika Anda tidak dapat menghubungi kerabat Anda di Xinjiang, Anda harus menghubungi kedutaan atau konsulat China terdekat. Kami akan bekerja dengan mereka untuk memberikan bantuan,” katanya.
Tetapi wawancara CNN dengan kedua kelompok anak-anak tersebut menggambarkan keamanan yang ketat dan tekanan luar biasa setiap hari.
Laporan terbaru yang dirilis, Amnesty International memperkirakan mungkin ada ribuan keluarga Uighur seperti keluarga Mamutjan di seluruh dunia, orang tua dan anak-anak yang telah dipisahkan selama bertahun-tahun akibat cengkeraman pemerintah China yang semakin ketat di Xinjiang.
Di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping minoritas Muslim di Xinjiang diduga telah menjadi sasaran program penahanan massal yang direkayasa pemerintah, indoktrinasi paksa, dan bahkan sterilisasi.
Menurut laporan Amnesty International, beberapa orang tua yang melarikan diri dari wilayah tersebut pada hari-hari awal penindasan tidak dapat bersatu kembali dengan anak-anak mereka. Yang lainnya, seperti Mamutjan, secara tidak sengaja mendapati diri mereka berada di seberang negara itu, dan sekarang takut kembali ke Xinjiang.
Alkan Akad, seorang peneliti China di Amnesty International, mengatakan pemisahan orang tua dan anak tidak semuanya kebetulan. Dalam beberapa kasus, ini bisa menjadi taktik yang disengaja oleh pihak berwenang.
“Pemerintah China ingin mendapatkan pengaruh atas populasi Uyghur yang tinggal di luar negeri, sehingga mereka dapat menghentikan mereka dari terlibat dalam aktivisme dan berbicara untuk keluarga dan kerabat mereka di Xinjiang,” kata Akad, yang menulis laporan baru itu.
Berbicara pada jumpa pers pada 15 Maret, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang “tidak berdasar dan sensasional.”
“Masalah yang berhubungan dengan Xinjiang sama sekali bukan masalah hak asasi manusia. Mereka pada dasarnya tentang melawan terorisme kekerasan, radikalisme dan separatisme,” katanya.(cnn)