Rabu (4/2) lalu Mahkamah Internasional, International Criminal Court (ICC) mengeluarkan keputusan menangkap Presiden Sudan Umar Basyir, dengan tuduhan kejahatan perang dan pelanggaran HAM di wilayah Barat Sudan, Darfur. Namun keputusan dari Den Haag Belanda ini ditentang oleh Sudan, negara-negara Arab, dan Uni Afrika. Tuduhan tersebut adalah, Basyir secara tidak langsung telah melakukan genosida terhadap warga sipil, penyiksaan, dan perampasan. Bukan hanya itu, ICC juga mengeluarkan tujuh tuduhan lain kepada Basyir.
Penuntut Umum ICC Luis Moreno Ocampo menyeru kepada seluruh negara untuk melaksanakan kewajibannya menjalankan keputusan ICC. Dalam sebuah konferensi pers, Ocampo menjelaskan, "Penangkapan Basyir akan dilaksanakan jika ia melakukan kunjungan ke luar negeri." Ocampo memastikan lagi, "Kami memiliki bukti-bukti kuat terhadap pelanggaran Basyir, dan memiliki 30 saksi yang akan menjelaskan bagaimana Basyir melakukan kejahatannya."
Gelombang Penolakan
Menteri Kesejahteraan Sudan, Abdul Bashit Sidrat mengatakan, "Sudan tidak akan mempedulikan ICC karena sarat nuansa politis. Presiden Basyir juga akan menjalankan pemerintahan Sudan seperti biasa, tidak ada satu negara pun yang bisa menghalanginya." Hal senada juga diungkapkan Basyir dalam orasinya pada hari Selasa (3/2) lalu di wilayah utara Sudan.
Di pihak lain, utusan Uni Afrika, Jean Ping dalam konferensi pers di Khortum meminta ICC untuk mengkaji kembali keputusannya. "Sudan sedang memadamkan api-api konflik yang ada di Darfur, sedangkan ICC hanya menyiram minyak di atas api konflik tersebut," tegas Jean.
Sedangkan Muktamar Islami di Jeddah yang dihadiri oleh 30 utusan negara, menolak keputusan ICC dan mendukung penuh usaha Basyir menyelesaikan konflik Darfur. Penolakan senada juga disampaikan dalam Simposium Politisi dan Akademisi Mesir-Sudan yang diadakan di Kairo dengan tema, "Menyelamatkan Sudan dari Hegemoni Asing."
Staf Ahli Pusat Penelitian dan Strategi Media Al-Ahram, Amani Thawil mengatakan, "Keputusan ICC tidak akan efektif terhadap negara Arab, karena hanya tiga negara Arab yang menjadi anggota ICC." Ia membeberkan lebih jelas lagi, "Konflik Sudan tak lepas dari campur tangan AS yang ingin merealisasikan kepentingannya. Salah satunya adalah AS berambisi agar militernya bisa ditempatkan di Sudan (Afrikiyum), dan melancarkan hegemoninya di Sudan sebagai salah satu negara kunci di Afrika."
Di hari yang sama Umar Basyir kembali menyatakan penolakannya terhadap keputusan ICC di hadapan utusan Afrika, Arab, dan Asia di Khortum. Basyir menyatakan, "Keputusan ICC merupkan bentuk penjajahan baru, demi mewujudkan berbagai kepentingan negara-negara maju." (sn/alj/ikh)