Al Qaidah menggunakan negara yang pemimpin mereka digulingkan pada musim semi Arab sebagai basis untuk melatih pemuda Barat “radikal” untuk melakukan serangan potensial di Inggris, kepala Dinas Keamanan MI5 mengatakan Senin kemarin (25/6).
Dalam pidato publik pertama selama hampir dua tahun, Direktur Pelayanan Jasa Keamanan Umum Jonathan Evans mengatakan pemberontakan Musim Semi Arab di Tunisia, Libya, Yaman dan Mesir menawarkan harapan jangka panjang dari wilayah Timur Tengah yang lebih demokratis.
Tapi kepala mata-mata dalam negeri Inggris tersebut mengatakan al Qaidah, yang pindah ke Afghanistan dari negara-negara Arab pada 1990-an dan dari kemudian bergerka ke Pakistan setelah jatuhnya Taliban, sekali lagi mencoba untuk mendapatkan pijakan mereka di dunia Arab.
“Hari ini bagian dari dunia Arab sekali lagi menjadi lingkungan yang permisif untuk al-Qaidah,” kata Evans, menurut sebuah teks pidato langkanya di London yang menguraikan ancaman utama bagi kepentingan Inggris.
“Sejumlah kecil warga Inggris calon pelaku jihad juga membuat jalan mereka ke negara-negara Arab untuk mendapatkan pelatihan dan kesempatan untuk melakukan kegiatan militan, seperti yang mereka lakukan di Somalia dan Yaman. Beberapa dari mereka akan kembali ke Inggris dan menjadi ancaman di sini.”
“Ini merupakan perkembangan baru dan mengkhawatirkan dan bisa bertambah buruk,” ujar Evans, seorang perwira karir yang telah menjabat sebagai kepala Dinas Keamanan Inggris sejak April 2007.
Para pejabat Inggris mengatakan salah satu ancaman terbesar bagi dunia adalah kemungkinan berasal dari sebuah sel militan domestik yang telah menerima pelatihan atau dukungan dari al Qaidah di Afghanistan, Pakistan, Somalia atau Yaman.
Musim semi Arab sendiri dipuji oleh para pemimpin Barat yang berharap pemberontakan rakyat tersebut akan mengantarkan kemakmuran dan kebebasan bagi Timur Tengah dan Afrika Utara, meskipun Islam telah berkuasa dalam pemilihan umum di Tunisia dan Mesir.(fq/reu)