Suriah bergejolak sejak 15 Maret 2011, berbagai demonstrasi dilakukan oleh rakyat di kota dan desa. Rakyat menuntut atas kesamaan hak, kebebasan, dan kehidupan yang aman. Mereka juga menuntut kebebasan bersuara dan negara yang beradab, negara yang mewujudkan kesetaraan hak warga negara untuk hidup sejahtera tanpa penindasan dan ketakutan akan jeruji besi penjara.
Hal ini bermula ketika munculnya gelombang reformasi di Arab yang berawal dari Tunisia. Dan ketika reformasi sudah mencapai Suriah, para penduduk kota kecil di selatan turun ke jalan untuk memprotes penyiksaan terhadap mahasiswa. Pemerintah menangani demo tersebut dengan kekerasan. Presiden Bashar al Assad sebagai pewaris pemerintahan diktator ayahnya Hafez al Assad kemudian mengirimkan senjata berat dan tank untuk menindas pemrotes.
Dalam perkembangannya, pada bulan Desember 2011, ribuan tentara kemudian membelot dan mulai melancarkan serangan terhadap pemerintah. PBB menilai Suriah diambang perang saudara. Pemerintahan oposisi di pengasingan kemudian dibentuk, diberi nama Dewan Nasional Suriah. Internal Dewan yang tidak terlalu kuat akhirnya terpecah berdasarkan garis ideologis, etnis atau sektarian. Pada dasarnya semuanya sepakat untuk menggulingkan pemerintah Presiden Asad.
Para pengikut Asad, sebagian besar elit khususnya militer, berasal dari sekte Alawiyyin, yaitu kelompok minoritas di negara yang mayoritas adalah Sunni. Kemudian para pengikut Asad tersebut di bawah pimpinan sang presiden, dan Menteri Dalam Negeri Suriah, meliputi 17 lembaga militer negara, intelijen, dan pasukan khusus kepresidenan membunuhi para demonstran yang tak berdosa. Para demonstran turun ke jalan dengan telanjang dada, tanpa membawa batu, tongkat ataupun senjata lainnya. Mereka hanya berteriak: “Damai… Tanpa Kekerasan… Kebebasan… Kehormatan Negara…”
Hingga akhir April 2012 jumlah korban terbunuh akibat peluru-peluru pasukan militer negara telah mencapai lebih dari 13.000 orang. Bahkan anak-anak kecil pun terbunuh karena mereka menuliskan di tembok-tembok sekolah mereka: “Kita ingin kebebasan… Kita ingin merdeka… dan kami tidak rukuk dan sujud kecuali kepada Allah.” Para wanita yang ikut memprotes kebijakan pemerintah juga ikut terbunuh. Tercatat bahwa dari korban kesulurahan yang terbunuh, sekitar 23%nya adalah wanita. Begitu juga para lansia ikut menjadi korban kebiadaban tentara-tentara pemerintahan.
Cara-cara pembinasaan yang dilakukan oleh para militer pun sangat mengerikan. Sekitar 10 ribu jiwa yang terbunuh karena ledakan bom, martir, dan granat. Tubuh mereka terbakar dan hancur. Ada sekitar 8 orang yang mati keracunan gas air mata saat demonstrasi. Kemudian sekitar 318 orang yang terkena tembakan sniper. Ada 500-an orang yang meninggal karena disiksa para tentara. Ketika terjadi bentrokan dengan militer, karena sulit mendatangkan pertolongan, 14 orang tewas. Dan banyak lagi peristiwa-peristiwa yang diakibatkan oleh militer Suriah sehingga menewaskan sipil disana.
Korban tewas yang paling banyak adalah di kota Homs, Hama, Idlib, Daraa, Dir az-Zuur, Damaskus, dan kota-kota lainnya. Di Homs pada 26 April 2012 tercatat mencapai 4.308 jiwa, sedangkan 750 jiwa tewas di kota Hama dan 480 jiwa di Idlib. Lalu korban-korban sisanya jatuh di kota-kota dan desa-desa lain di Suriah. Kebanyakan dari mereka yang tewas adalah orang Suriah asli dan terdapat dua orang wartawan Eropa dan satu orang Amerika.
Jumlah korban selalu ada peningkatan tiap bulannya. Pada awal kejadian di bulan Maret 2011 tercatat sebanyak 121 orang. Lalu di bulan April 2012 terjadi peningkatan sampai 1.784 orang. Diperkirakan mulai tahun 2012, sekitar 80 sampai 100 orang tewas dalam sehari.
Di penjara–penjara Suriah, terdapat lebih dari 100.000 orang dan tidak diketahui berapa orang yang sudah dibunuh dengan disiksa dan berapa jumlah yang masih hidup.
Pasukan militer negara juga telah menangkap lebih dari 70.000 orang. Sebagian besar dari mereka adalah para aktifis kampus, para guru, dokter, pengacara, para ulama, juga para cendekiawan yang pada umumnya masih berusia muda.
Militer Suriah pun telah melakukan sekian penindasan di dalam penjara. Penindasan yang berupa pemukulan, penyiksaan, dan pemerkosaan yang sangat kejam dan sadis kerap kali dilakukan oleh militer pemerintah. Ada sekitar 20.000 tawanan politik yang saat ini berada dalam penyiksaan militer. Selain itu, ada pula sekitar 20.000 orang yang terluka akibat peluru-peluru militer, bahkan sebagian dari mereka cacat dan buntung.
Dikutip dari AFP, terdapat sekitar 25.000 orang pengungsi yang tersebar di sekitar wilayah Suriah. Dikutip dari BBC, para pengungsi yang menuju perbatasan utara Lebanon, dari mereka kebanyakan adalah wanita dan anak-anak mengaku ditembaki oleh militer Suriah. Kepala bidang politik PBB, Lynn Pascoe menambahkan, sekitar 100.000 hingga 200.000 orang kehilangan tempat tinggal.[]