Perdana Turki Tayyib Erdogan menyerukan kepada Uni Eropa untuk menegaskan sikapnya terhadap status keanggotaan dalam Uni Eropa. Pernyataan Erdogan itu diungkapkan dalam wawancara dengan telivisi Jerman, di mana pemimpin Turki menolak setiap status baru yang diusulkan oleh negara-negara Uni Eropa.
Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan, hari Senin muncul dalam wawancara dengan televisi Jerman RTL, mengatakan bahwa Uni Eropa untuk menegaskan yang lebih tegas terhadap keinginan Turki menjadi anggota penuh Uni Eropa.
"Jika anda menolak Turki masuk ke dalam Uni Eropa, maka hendaknya menyatakan sikap dengan tegas dan terbuka kepada Turki. Satu sama lain kita harus jujur," kata Erdogan kepada Peter Kloeppel dari telivisi RTL.
Erdogan menolak status apapun dari Uni Eropa untuk Turki yang tidak menjadi anggota penuh, di mana pemerintah Prancis dan Jerman telah mengusulkan kemitraan istimewa.
"Itu tidak ada tempat bagi Turki di Uni Eropa. Turki sudah mengajukan permintaan untuk mengajukan keanggotaan sejak tahun 1959, dan sekarang tidak adil bahwa Turki menghadapi usulan baru tersebut," katanya.
"Kelompok Kristen"
Erdogan juga mengkritik kegagalan Jerman untuk menawarkan kewarganegaraan ganda bagi warga Turki yang hidup di Jerman, dan rezim visa Uni Eropa pada warga negara Turki. "Erdogan mengatakan warga negara dari negara-negara seperti Brazil, Bolivia dan Paraguay, yang tidak memiliki hubungan geografis dengan Uni Eropa, diberikan bebas visa melakukan perjalanan ke Uni Eropa.
"Mengapa Turki tidak diperlakukan dengan cara yang sama. Pertanyaannya adalah bahwa Uni Eropa adalah sebuah kelompok komunitas yang peradaban Kristen? Sikap Uni Eropa yang sangat diskriminatif terhadap Turki, hanyalah menunjukkan bahwa Uni Eropa adalah sebuah negara Kristen yang tidak toleran. Ini harus diatasi, "kata Erdogan.
Erdogan mengatakan anak-anak Turki di Jerman harus memiliki kesempatan untuk belajar bahasa ibu mereka, Turki.
"Dalam rangka untuk belajar bahasa Jerman dengan baik, mereka harus tahu bahasa mereka sendiri. Jika tidak, mereka tidak bisa belajar baik Jerman.. Jadi, pertama bahasa ibu, maka kedua bahasa Jerman, ini adalah cara yang benar," katanya.
Menyinggung tentang terjadinya pemberontakan di Tunisia, Mesir dan Libya, Erdogan mengatakan Turki merasa sangat keprihatin dan akan selalu mengikuti perkembangan di kawasan itu.
"Transisi dari otokrasi ke demokrasi bukanlah proses yang mudah untuk melakukannya, tentu akan menghadapi kemunduran serius.. Hal ini penting untuk memenangkan kepercayaan rakyat," katanya.
Erdogan menolak setiap tindakan militer NATO atau sanksi lain di Libya, intervensi militer hanya akan menambah penderitaan rakykat Libya, tegasnya.
Dibagian lainnya, Erdogan menegaskan kembali, bahwa ia akan mengundurkan diri sebagai pemimpin Partai AKP, pada pertengahan Juni nanti, usai pemilu yang akan berlangsung bulan Juni mendatang. (mh/wb)