Meski sudah membunuh ribuan orang sipil Irak dengan dalih perang melawan teroris, kini AS sedang melakukan militerisasi sipil kabilah-kabilah Afghan untuk berperang melawan gerakan Thaliban di Selatan Afghanistan.
AS menggunakan rakyat Afghanistan sebagai tameng di garda depan melawan Thaliban, karena selama ini merasa gagal menghadapi serangan gerakan Thaliban yang kian hari kian intensif dan dilakukan nyaris tanpa berhenti. Inilah informasi yang disajikan harian The Washington Post.
Serangan paling mutakhir dari kelompok Thaliban terjadi pada hari Selasa (4/12). Sejumlah orang anggota Thaliban melakukan serangan bom mobil yang meledak di dekat pos militer NATO di Kabul. Ledakan bom tersebut melukai 22 orang sipil di saat mereka menghadiri penyambutan Menteri Pertahanan AS Robert Gates ke Afghanistan, dengan misi menghimpun banyak pihak untuk memerangi Thaliban.
Sumber Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengatakan, "Pelaku bom mobil mentargetkan pasukan asing dalam aksinya, tapi itu tidak berhasil karena bom mobil meledak hanya beberapa saat sebelum iring-iringan pasukan asing lewat. "
Harian Washington Post menyebutkan, sejumlah petinggi Menteri Pertahan AS di Penthagon mengatakan, bahwa Robert Gates yang sampai di Kabul hari Senin dalam kunjungan mendadak, akan berdiskusi dengan petinggi NATO dan tokoh Afghanistan, tentang rekruitmen penduduk sipil dan kabilah Afghanistan untuk dijadikan tentara dan berperang melawan Thaliban.
Menurut Washington Post, sejumlah petinggi AS juga menyampaikan bahwa rencana militerisasi kabilah Afghanistan itu akan dimulai dengan program yang dijalankan Inggris di wilayah Hilmand, Selatan Afghanistan yang diduga menjadi bagian dari markas gerakan Thaliban.
Pasukan Inggis telah mempelajari rencana militerisasi ini sejak bulan Oktober lalu, di tengah semakin kuatnya serangan gerakan Thaliban. Inggris telah menjalin pendekatan dengan para penduduk sipil Afghan dan juga sejumlah pemimpin Thaliban yang dianggap moderat. Mereka akan digesah untu melakukan infiltrasi ke tubuh Thaliban dan mulai melakukan perlawanan.
Cara seperti ini, menurut Washington Post, mirip dengan skenario gila yang pernah dilakukan AS di Irak. Di negeri seribu satu malam itu, AS juga melakukan militerisasi penduduk sipil dari kabilah-kabilah Irak Sunni untuk melakukan perang melawan jaringan Al-Qaidah. Kini, sejumlah suku pro AS dan pemerintah Irak, telah membentuk koalisi yang bernama Dewan Penyelamatan Al-Anbar, dengan misi memelihara Al-Anbar –sebagai basis militer AS paling besar di Afghan—dari jaringan Al-Qaidah.
Saat ini, 42% Afghanistan dilaporkan telah jatuh ke tangan Thaliban. Dilaporkan pula sebanyak 23% penduduk Afghanistan di wilayah barat daya Afghanistan mendukung Thaliban. AS sendiri telah menempatkan lebih dari 26 ribu pasukannya di Afghanistan, dan sebagiannya melakukan operasi militer atas nama NATO. Tahun 2008, diprediksi menjadi tahun paling berdarah bagi pasukan AS di Afghanistan, setelah dalam satu bulan lalu saja lebih dari 100 orang pasukan AS tewas akibat serangan Thaliban. (na-str/iol)