Presiden Suriah Bashar Assad, Rabu kemarin (1/8) mendesak militer untuk meningkatkan perangnya melawan pemberontak. Seruan tertulis untuk mengangkat senjata itu memperdalam misteri keberadaan Assad selama dua minggu setelah bom menembus lingkaran dalamnya.
Assad tidak berbicara secara terbuka sejak 18 Juli, pasca-ledakan bom yang menewaskan empat dari pejabat tinggi keamanan – termasuk saudara iparnya. Media Barat bertanya-tanya, terutama tentang apakah ia khawatir akan keselamatan pribadinya setelah sekarang makin tersedak?
“Kami pikir itu tindakan pengecut, melihat seorang pria bersembunyi sambil terus mendesak militernya untuk melakukan pembantaian atas warga sipil di negeri sendiri,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Patrick Ventrell.
Apakah Assad sudah berada di luar negeri? Pertanyaan itu sempat mengemuka, berbarengan dengan beberapa pejabat diketahui melintasi perbatasan Turki untuk menyelamatkan diri. Namun, sejauh ini yang dikonfirmasi hanyalah 28 jenderal yang meninggalkan Suriah, minus Assad.
Yang pasti, imbauan Assad untuk mengintensifkan serangan diindahkan anak buahnya. Sausan Ghosheh, juru bicara bagi misi PBB di Suriah, mengatakan bahwa pengamat internasional menyaksikan pesawat tempur menembaki Aleppo, kota terbesar kedua setelah Damaskus, di mana pertempuran sengit telah berlangsung selama 12 hari.
Berbicara kepada wartawan di Damaskus, Ghosheh mengatakan situasi di Aleppo sangat mengerikan. “Kemarin, untuk pertama kalinya, pengamat kami melihat pesawat tempur menembaki warga. Kami juga sekarang memiliki konfirmasi bahwa oposisi berada dalam posisi memiliki persenjataan berat, termasuk tank,” katanya. Sedang warga sipil kini dalam kondisi kekurangan makanan, air, dan bahan bakar.(fq/ap)