Para penyelidik PBB menyatakan kekerasan di Rakhina, Myanmar itu memiliki “niat genosida”. Tuduhan itu dibantah Myanmar.
“Api menjalar begitu cepat sehingga sebelum kami mengerti apa yang terjadi, api mengenai rumah kami. Orang-orang berteriak dan berlarian ke sana kemari. Anak-anak juga berlarian, menangis untuk keluarga mereka,” ujar Tayeba Begum, relawan Save the Children yang menyaksikan kebakaran tersebut.
Seorang pemimpin Rohingya di Cox’s Bazar, Mohammed Nowkhim, mengaku melihat beberapa mayat korban kebakaran.
“Ribuan gubuk terbakar habis,” ujar Mohammed Nowkhim kepada Reuters.
Wakil pejabat pemerintah Bangladesh yang bertanggung jawab atas pengungsi, Mohammed Shamsud Douza, berkata, “Kami mencoba mengendalikan kobaran api.”
Api besar lainnya merobek kamp pada Januari, menghancurkan rumah tetapi tidak menimbulkan korban.
“Risiko kebakaran di kamp-kamp berpenduduk padat itu sangat tinggi, dan kebakaran hari Senin adalah yang terbesar,” papar Onno Van Manen, Direktur Save the Children di Bangladesh.
“Ini merupakan pukulan telak bagi para pengungsi Rohingya yang tinggal di sini. Beberapa hari yang lalu kami kehilangan salah satu fasilitas kesehatan kami dalam kebakaran lain,” ujar dia.
UNHCR mengatakan mitra kemanusiaan telah memobilisasi ratusan sukarelawan dari kamp-kamp terdekat untuk operasi dukungan, serta kendaraan dan peralatan keselamatan kebakaran.
“Sejauh ini kebakaran telah mempengaruhi tempat penampungan, pusat kesehatan, titik distribusi dan fasilitas lainnya,” ungkap juru bicara UNHCR Donovan.[sindonews]