Jalan-jalan di Mombasa yang tadinya dijaga pasukan keamanan berangsur tenang hari Jum’at lalu setelah kerusuhan yang meluas awal pekan ini.
Pembunuhan ulama Aboud Rogo Mohamed hari Senin memicu kerusuhan selama dua hari di kota pesisir Kenya itu menyebabkan sedikitnya empat orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka.
Abdullahi Halakhe, analis Kenya dari International Crisis Group, percaya bahwa pembunuhan itu memicu kerusuhan, tetapi sebenarnya ada isu yang lebih parah.
“Seluruh kawasan pesisir merasa benar-benar dipinggirkan oleh negara. Mereka merasa dijajah oleh pemerintah Kenya. Mereka bisa menyebutkan daftar masalah di mana mereka merasa negara telah meminggirkan mereka dalam hal ekonomi dan hal-hal lainnya,” paparnya.
Keluhan-keluhan ini mencakup kekhawatiran dalam hal pemilikan lahan dan pengangguran. Selain itu, kelompok-kelompok HAM menuduh polisi Kenya melakukan sejumlah pembunuhan di luar hukum dalam beberapa tahun terakhir ini dengan mengatasnamakan kontra-terorisme.
Seorang penembak yang tidak diketahui identitasnya menembak Mohamed, tersangka pendukung kelompok militan Somalia, Al-Shabab, sewaktu ia menyetir mobil bersama keluarganya.
Halakhe mengatakan, pemerintah Kenya tampaknya tidak peduli ketika aksi kekerasan yang mengatasnamakan kontra-terorisme terjadi di negaranya.
“Dalam beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Kenya menyadari bahwa mereka memperoleh banyak uang dengan ikut serta dalam kegiatan kontra-terorisme. Kita telah menukar pemerintahan yang bersih dan berwibawa dan menjalankan HAM dengan kegiatan kontra-terorisme, dan ini merupakan jalan yang sangat berbahaya, khususnya menjelang pemilu,” tambahnya.(fq/voa)