Samira Abdullah Shehim ibu tiga orang anak, tidak bisa mempercayai apa yang dia dengar ketika dirinya di dekati oleh teman mantan suaminya dengan sebuah proposal, dia tidak pernah membayangkan hal tersebut sampai hari itu dia mendengar sendiri.
"Dia menawarkan saya perkawinan temporal (kawin kontrak -red) dengan mahar berupa beberapa gram emas dan penghasilan bulanan," kata janda 32 tahun dari wilayah selatan kota Najaf kepada IOL.
"Dia mengatakan bahwa ia akan menikah untuk mencari kesenangan dan dia akan mengakhiri pernikahan kapan pun ia inginkan," katanya menjelaskan.
Perkawinan temporal atau kawin kontrak, atau istilah Arabnya Mut’ah, bervariasi dalam lama perkawinannya bisa dalam hitungan jam (Naudzubillah min dzalik), bisa hitungan bulan ataupun tahun.
Perempuan yang dinikah Mut’ah akan mendapatkan bayaran yang bervariasi besarnya mulai dari 100 Dolar hingga 1000 dolar perbulan, selain menerima mahar berupa emas atau ekuivalen dalam sejumlah uang pada hari pertama perkawinan.
Para ulama Sunni secara tegas menolak dan mengharamkan pernikahan Mut’ah dan mengatakan bahwa pernikahan tidak boleh terbatas dalam kurun waktu tertentu.
Sedangkan ulama-ulama dari agama Syiah malah membolehkan dan menganjurkan perkawinan model seperti ini.
"Saya benar-benar merasa terhina," kata Shehim yang berjuang selama berbulan-bulan untuk mencari pekerjaan untuk menghidupi anak-anaknya.
"Saya sangat terkejut dan saya meneriaki dirinya dan meminta ia segera meninggalkan rumah saya."
Namun hanya dalam beberapa minggu kemudian, dengan ketidak berdayaan akhirnya Shehim menelpon teman suaminya tersebut.
"Saya meminta ia untuk memaafkan kelakuan saya waktu lalu dan menerima tawaran darinya."
Kawin kontrak saat ini sedang berkembang pesat di Irak, terutama di komunitas umat Syiah di wilayah provinsi Selatan khususnya di Karbala, Najaf, Basrah dan Muthana.
Meskipun tidak ada angka resmi, beberapa organisasi lokal memperkirakan ada sekitar 200 perkawinan kontrak yang berlangsung setiap harinya di provinsi bagian selatan Irak.
"Biasanya saya menyelenggarakan pernikahan Mut’ah setidaknya tiga pernikahan setiap harinya," kata Hassan Abdul Rahman al-Halaf salah seorang ulama Syiah di Basrah kepada IOL.
Pada masa pemerintahan rejim Saddam Hussein, kawin Mut’ah terlarang dilaksanakan dan akan mendapatkan hukuman penjara bagi yang melakukannya.
Tetapi setelah invasi pada tahun 2003 dan pemerintah dibawah golongan Syiah, fenomena kawin kontrak menjadi semakin marak.
Tanpa Perlindungan
Shehim tidak menyadari sewaktu ia menerima proposal kawin kontrak, hal tersebut sama saja dengan dirinya terjun ke dalam wajan penggorengan yang berisi minyak panas.
Mengambil keuntungan dari situasi yang Shehim alami, pria itu datang kembali menawarkan setengah dari pendapatan bulanan kepada dirinya.
Selama enam bulan masa pernikahan, dia dipaksa untuk mengurung anak-anaknya di dalam kamar mandi setiap suami kontraknya datang.
Tetapi situasi menjadi semakin buruk ketika dirinya hamil.
Dia dipaksa untuk melakukan aborsi dan membatalkan kesepakatan awal sewaktu melakukan Mut’ah, sehingga ia menderita sendirian tanpa ada dukunagn, dan menanggung stigma dari masyarakat sebagai pekerja sex komersial oleh para tetangganya.
"Wanita yang menerima kawin kontrak ada dua kelompok,"menurut catatan Rana Khalid Mussawi seorang aktivis perempuan di Basra.
"Baik janda yang ditinggal mati atau bercerai dengan suaminya harus berjuang mati-matian untuk menghidupi anak-anaknya, dan ini adalah kelompok mayoritas, atau wanita yang hanya ingin hidup gampang menerima kawin kontrak ini."
Mussawi mengeluhkan tidak adanya perlindungan hukum di Irak bagi wanita seperti Shehim.
"Mereka hanya digunakan sebagai objek seksual atas nama agama."
Mahmud al-Rabia’a seorang ulama Sunni di Baghdad, mengutuk perkawinan model seperti ini, dirinya menyebut pernikahan seperti itu merupakan kamuflase dari sebuah pelacuran terselubung dan merusak moral serta nilai-nilai perkawinan yang ada dalam Islam.
"Saya ingin seseorang menunjukkan kepada saya bahwa kawin kontrak dapat menolong para janda!" katanya kepada IOL.
"Mereka melakukan itu semua hanya dengan satu tujuan: "kenikmatan seksual". Dan hal tersebut tidak dapat diterima dalam masyarakat Islam."(fq/iol)