Tokoh utama Syiah di Irak, Ayatullah Ali Sistani, akhirnya menyatakan nyaris tidak mampu membendung situasi Irak yang kini menjurus pada perang saudara. Harian Telegraph terbitan Inggris hari Ahad kemarin (3/9) menurunkan sebuah laporan yang ditulis dari para pendukung Sistani di Irak. Mereka mengatakan, “Sumber tertinggi menyayangkan para pengikut Syiah karena mereka lebih memberikan loyalitasnya pada milisi bersenjata yang dianggap melindungi mereka dari ancaman kekerasan yang dilakukan kelompok Sunni dan mampu melakukan balas dendam.”
Menurut Telegraph, ada ribuan pengikut Sistani yang lebih memilih untuk mengikuti pemimpin Syiah Muqtadha Shadr, yang memiliki pengaruh kuat dalam kaitan kelompok bersenjata syiah. Sayah Ali (22), seorang mahasiswa fakultas teknik di Universitas Baghdad mengatakan dirinya lebih loyal kepada Ash Shadr untuk membalas kematian saudaranya yang meninggal di tangan milisi. Kepada Telegraph, ia mengatakan, “Saya sudah pergi ke Sistani untuk menuntut balas kematian saudara saya. Tapi para pendukung Sistani hanya mengatakan, “Pergilah ke polisi.” Polisi tak bisa melakukan apa-apa. Meskipun kelak polisi mampu menangkap mereka, toh para pembunuh itu tetap akan dibebaskan dengan jaminan uang. Di jajaran kepolisian juga banyak anggota yang buruk.”
Ia mengatakan lagi, “Karena itulah saya pergi ke kantor Muqtadha Shadr untuk melaporkan apa yang saya alami. Mereka mengatakan kepada saya, “Jangan gelisah. Kami akan balas kematian saudaramu.” Dua hari setelah itu, mereka berhasil menewaskan 9 orang dari kelompok bersenjata yang mereka akui dari kelompk Sunni. Karena itu saya merasa mereka telah berhasil melampiaskan dendam kematian saudara saya. Dan saya lebih yakin bahwa Ash Shadr, adalah tokoh yang bisa melindungi kaum Syiah dari kekerasan.”
Sementara itu, para pendukung Sistani lebih cenderung untuk menghindari konflik horizontal bernuansa politis ini. Mereka mengatakan, pihak Sistani tidak akan kembali menjadi pimpinan politik dan lebih konsentrasi menangani berbagai masalah terkait masalah agama. Mereka juga menjelaskan bahwa rujukan tertinggi Syiah itu lebih memilih diam daripada orang-orang yang mengecamnya. Salah seorang juru bicara Sistani mengaku marah karena banyak pengikut Sistani yang kini menjauhinya dan menolak seruan agar lebih logis dan seimbang dalam bertindak.
Sejak agresi AS ke Irak tahun 2003, Sistani adalah tokoh yang terkenal memiliki ilmu luas, dan seimbang dalam bersikap. Sistani mampu menuntaskan peperangan yang meletus pada tahun 2004 di Nejef, antara pasukan Jaisy Al-Mahdi pengikut Ash Shadr, dan tentara Amerika. Kini, Sistani telah mengajukan permintaan agar pemerintah Irak segera menerapkan kajian cermat guna melucuti senjata ilegal apapun alasannya. Akan tetapi, sepertinya kemampuan Sistani untuk menghimpun sikap kaum Syiah, menurut Reuters, kurang kuat dalam kaitan serangan yang diklaim dilakukan kaum Sunni yang merusak lokasi yang disucikan kaum Syiah di kota Samara pada Februari lalu. (na-str/iol)