Penggunaan kata ‘Allah’ dalam Alkitab/injil berbahasa melayu sudah dan masih menjadi kontroversi di antara penganut Katolik Malaysia, dan pihak gereja masih terus berusaha lewat pengadilan untuk menjamin hak masyarakat Katolik Malaysia menggunakan kata ‘Allah’ dalam injil, seperti yang dilansir oleh media Malaysia Ahad kemarin.
Koran Katolik Herald, pada edisi hari minggu kemarin mengkritik injil baru yang dirilis pada acara international book fair, yang menggunakan bahasa Ibrani "Elohim" bukan "Allah" untuk Tuhan.
"Alkitab Katolik yang gereja gunakan, menggunakan kata ‘Allah’ untuk tuhan sedangkan dalam perbandingan dengan alkitab yang baru tersebut, kata ini tidak digunakan," kata editor koran tersebut – Pastur Lawrence Andrew kepada AFP.
"Injil/alkitab terbaru yang berbahasa melayu mencoba melemahkan argumen untuk menggunakan kata ‘Allah’, karena beberapa kelompok telah mencoba untuk mengganti kata ‘Allah’ dengan istilah asing, sedangkan kata ‘Allah’ dalam bahasa melayu adalah Tuhan dan hal tersebut telah diterima dalam terjemahan alkitab selama berabad-abad lamanya,"katanya menambahkan.
"Pihak penerbit telah meng copy dari injil terbitan Indonesia yang telah disetujui oleh Perkumpulan Alkitab Indonesia dan gereja Katolik, tetapi untuk versi terbaru dari alkitab yang menggunakan kata ‘Elohim’ untuk Tuhan tidak disetujui oleh perkumpulan atau gereja di Indonesia maupun di sini (malaysia)."
Pihak Gereja Katolik telah mengambil tindakan hukum terhadap pemerintah setelah pihak pemerintah memerintahkan untuk tidak menggunakan kata ‘Allah’ dalam alkitab yang jadi persengketaan dibawah ancaman akan mencabut hak ijin terbit dari koran Herald.
Otoritas Malaysia beralasan kata tersebut hanya boleh digunakan oleh umat Islam, yang sebagian besar dipeluk oleh masyarakat Malaysia yang multi kultur.
Pastur Andrew mengatakan Kristen Malaysia telah menggunakan kata ‘Allah’ selama berabad-abad dalam terjemahan Alkitab, dan juga di bait-bait doa populer.
"Istilah ‘Allah’ telah digunakan di Indonesia dan timur tengah oleh umat Kristen tanpa terjadi kontroversi, walaupun wilayah tersebut merupakan mayoritas Muslim," kata pengacara dari pihak gereja Tony Pua.
"Istilah tersebut dapat dibuktikan bahwa hal itu bukan istilah yang khusus di monopoli oleh umat Islam saja," katanya dalam suatu pernyataan Sabtu yang lalu.
Pengadilan akan memutuskan pada tanggal 28 Mei nanti apakah pihak gereja berhak untuk menggunakan istilah tersebut.
Sekitar 60% penduduk Malaysia dari 27 juta penduduknya adalah Muslim.(fq/alby)