Turki tampaknya bakal menunda dan menahan diri untuk menyerang posisi pemberontak Kurdi di Utara Irak. Penundaan ini, erat kaitannya dengan tekanan keras yang dilakukan sejumlah negara Barat, utamanya AS, yang berdalih khawatir bila serangan Turki memunculkan instabilitas yang lebih besar di Irak.
Menlu Turki, Ali Babkan, berkata pada pers, bahwa Turki siap memberi ruang dan kesempatan melalui jalur diplomatik untuk selesaikan masalah pemberontak Kurdi.
Ia menambahkan bahwa Konferensi yang rencananya akan digelar di Istanbul pada tanggal 2 November mendatang akan membicarakan masalah Irak. “Kami akan memberi kesempatan untuk berdialog berbagai masalah yang ada di Irak, termasuk masalah yang sedang kami hadapi yakni terorisme Kurdi, ” ujarnya.
Ia menjelaskan, milisi bersenjata pemberontak yang berasal dari Partai Buruh Kurdistan telah membunuh 17 orang pasukan Turki dalam serangan yang mereka lakukan di wilayah Turki.
AS segera menyambut sikap Turki yang dianggap bijak tersebut. Jubir yang mengatasnamakan Menlu AS, David Folly mengatakan kepada harian New York Sun, “Kami selalu mendukung dialog antara Turki dan Irak serta kesepakatan untuk memerangi terorisme yang terjadi pada 28 September. ”
Ia menambahkan bahwa AS juga menyerukan Irak untuk mengambil langkah positif mengatasi ancaman Partai Buruh Kurdi yang merongrong pemerintah Turki.
Petinggi AS, George Bush dan Menlu Condoleeza Rice dikabarkan telah melakukan komunikasi telepon dengan petinggi Turki terkait rencana serangan militer Turki ke Irak Utara. Di Ankara, PM Turki Erdogan mengatakan AS memintanya menunda serangan beberapa hari guna mencari terobosan diplomatik. Erdogan telah menyampaikan bahwa dirinya juga tidak ingin memulai aksi di wilayah Turki karena dikhawatirkan memunculkan kondisi berbahaya menyangkut keamanan, politik, ekonomi dan diplomatik. (na-str/albwb)