Sejumlah pengamat Barat dan Iran sepakat menyebut Teheran mampu mengkondisikan dirinya menghadapi tekanan embargo AS. Kemampuan tersebut diambil dari kekayaan minyak Iran yang melimpah dan sikap optimisme Iran secara ekonomi melewati fase krisis.
Shaol Bakhas, sejarawan di Universitas George Mason mengatakan, “Pemerintah Iran di bawah pimpinan Ahmadinejad tidak ingin Iran kelihatan tunduk di hadapan tekanan AS dan dunia internasional. Karenanya, tidak mungkin ancaman-ancaman embargo itu membuat Iran mundur dalam soal nuklir. ”
Robinson Weist, yang menjabat kepala konsultan sumber daya Washington juga menyebutkan bahwa orang-orang Iran sudah yakin dan sangat percaya diri untuk menghadapi tekanan apapun dari AS.
Seperti diketahui, AS pada 25 Oktober lalu menjatuhkan ancaman baru bagi unit Al-Quds, yang merupakan underbouw pasukan garda revolusi Iran, dan menutup akses tiga bank besar yang ada di Iran. Hukuman ini dianggap sebagai hukuman paling berat dibanding yang lain atas Teheran selama tiga tahun terakhir.
Ada 25 institusi Iran yang sudah diamputasi dari berbagai komunikasi dengan dunia luar. Institusi itu mencakup milik pribadi atau milik garda revolusi Iran. Di samping itu, tiga bank besar di Iran juga dibekukan seluruh aset dan investasinya yang ada di luar negeri.
Para ekonom memandang Teheran memang bakal bisa mengkondisikan diri terhadap tekanan ekonomi itu dengan mengandalkan simpanan minyak dan gas yang dimilikinya. Iran adalah negara keempat terbesar di dunia yang memiliki minyak. Iran juga merupakan negara terbesar kedua pensuplai minyak dalam organisasi OPEC, dengan kapasitas produksi minyak 3, 7 barel setiap hari. (na-str/iol)