Kampanye Modi di Pemilu India: Anti-Muslim!

Memicu Lebih Banyak Kebencian

Para analis mengatakan bahwa ujaran kebencian Modi membuat umat Islam lebih rentan terhadap kekerasan.

“Pernyataan ini kemungkinan besar akan membuat para pekerja Hindutva merasa dibenarkan karena merasa didukung oleh kantor tertinggi negara. Saya harap pernyataan ini tidak memicu lebih banyak kebencian dan kekerasan, tapi itu hanyalah harapan,” kata Irfan Engineer, Direktur Pusat Studi Masyarakat dan Sekularisme yang berbasis di Mumbai.

Hindutva mengacu pada ideologi mayoritas Hindu dari BJP dan mentor ideologisnya, Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS). Kelompok ini dikenal sebagai Hindu radikal.

Engineer dan tim pencari fakta terus memantau kekerasan komunal selama beberapa dekade dan mengunjungi daerah-daerah yang terkena dampak. Katanya, pidato dan demonstrasi semacam itu telah memicu kekerasan di daerah yang terkenal dengan keharmonisan antaragama.

Amnesty International juga khawatir dengan konsekuensi pernyataan Modi.

“Lembaga-lembaga yang dibentuk untuk memantau ucapan-ucapan seperti itu harus berupaya untuk meminta pertanggungjawaban. Namun sejauh ini, sayangnya, Komisi Pemilihan Umum India membiarkan hasutan dan permusuhan semacam itu,” kata Aakar Patel, Ketua dewan Amnesty International di India, dalam pernyataannya kepada Al Jazeera.

Modi pernah menggambarkan dirinya sebagai korban serangan oposisi. Misalnya mengaku masa kecilnya hidup dalam kemiskinan, dibandingkan dengan hak istimewa yang dimiliki banyak pemimpin oposisi saat tumbuh dewasa.

“Kali ini, ia telah melupakan dirinya sendiri dan menanamkan sifat korban dalam dirinya pada seluruh komunitas Hindu,” kata Engineer.

Menuju Kultus Individu

Penelitian menunjukkan bahwa di beberapa wilayah, dukungan Muslim terhadap BJP, meskipun kecil, perlahan-lahan meningkat. Tahun 2021 dukungannya di bawah 5%, lalu meningkat jadi lebih dari 9% pada 2022. Uttar Pradesh menjadi negara bagian terbesar dan paling signifikan secara politik di India.

Namun Mukhopadhyay mengatakan bahkan Muslim India yang mendukung Modi pun rentan. “Modi akan tetap datang dan menyerang umat Islam,” katanya.

Contohnya dialami oleh Usman Ghani, seorang pemimpin politik muda dari negara bagian Rajasthan. Ghani bergabung dengan sayap mahasiswa BJP semasa kuliah dan menjadi presiden sayap minoritas di distriknya. Beberapa bulan lalu, dia menyambut Modi saat kampanye pemilu negara bagian.

Ghani mengaku dipaksa oleh para pemilih agar menanggapi pernyataan Modi. Ia mengatakan, “omong kosong!” Ghani lantas dikeluarkan dari partai dan ditahan oleh polisi di negara bagian yang dikuasai BJP tersebut.

“Modi adalah aliran sesat yang lebih besar dibandingkan siapapun yang pernah ada (dalam gerakan Hindutva). Ini pemilu atau upaya kultus individu?” kata Mukhopadhyay.

“Gerakan Hindutva telah dimasuki oleh individu. Dan ini merupakan paradoks besar karena, bagi keluarga Sangh [RSS], tidak ada individu yang berada di atas organisasi,” tambahnya.

Seorang komentator politik di New Delhi yang meminta untuk tidak disebut namanya –khawatir masalah keamanan– mengatakan fokus Modi pada ketakutan anti-Muslim bisa jadi merupakan reaksi terhadap jumlah pemilih yang lebih rendah dari biasanya pada dua tahap pertama pemilu nasional.

“Tidak ada lagi yang percaya dengan usulan pembangunan ekonomi Modi. Jadi dia, tentu saja, mempolarisasi para pemilih,” jelasnya.

Saat ini tingkat pengangguran mencapai rekor tinggi, kesenjangan pendapatan dan kekayaan semakin melebar, dan indeks demokrasi mengalami kemunduran. Meskipun demikian, jajak pendapat menempatkan Modi sebagai kandidat yang difavoritkan kembali berkuasa untuk ketiga kalinya.

“Mandat tahun 2014 adalah untuk apa yang disebut pembangunan, tahun 2019 untuk nasionalisme, dan sekarang, tahun 2024, Modi akan merasa lebih yakin bahwa ia memenangkan suara untuk polarisasi. Kebencian anti-Muslim kini menjadi inti kampanye BJP,” kata Engineer. (sumber: Hidayatullah)

Beri Komentar