Eramuslim.com – Husain Heriyanto merangkum dalam Menggali Nalar Saintifik Peradaban Islam, al-Khwarizmi merupakan yang pertama menjelaskan efektivitas bilangan nol dalam perhitungan sistem desimal dan pengerjaan operasi aljabar.
Dua karya monumental al-Khwarizmi akhirnya dipelajari para ilmuwan Eropa. Kata bahasa Arab, shifr, yang berarti ‘nol’ kemudian dipahami secara luas oleh masyarakat Barat sehingga menjadi cipher, chiffre, dan akhirnya zero.
Pada abad kedelapan, Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Semenanjung Iberia melalui selat Gibraltar. Sejak saat ini, kedaulatan Islam kian berjaya di Eropa.
Pada 929, Abdul Rahman III memproklamasikan diri sebagai khalifah serta menjadikan Kordoba sebagai pusat pemerintahan. Sejak saat itu hingga berabad-abad kemudian, kota tersebut menjadi wilayah yang paling maju di seantero Benua Biru.
Aritmatika yang digagas al-Khawarizmi diajarkan di kampus-kampus di Kordoba. Bagaimanapun, penggunaan bilangan desimal mulai dikenali orang-orang Eropa berkat Pendeta Gerbert pada 967.
Sosok berkebangsaan Prancis yang lantas naik menjadi paus itu (Paus Sylvester II) menyadari, kalkulasi sehari-hari akan jauh lebih mudah bila menggunakan 10 angka yang di perkenalkan al-Khawarizmi.
Namun, Pendeta Gerbert justru dipandang dengan penuh kecurigaan masyarakat Kristen pada masa itu, termasuk kalangan pendeta pada umumnya. Sebab, dia dituding telah dirasuki ajaran sesat dengan mengajarkan angka-angka Arab kepada para murid.
Pada 1003 atau kurang dari empat tahun sejak diangkat sebagai paus, dia meninggal dunia. Hingga akhir hayatnya, Paus Sylvester II tidak berhasil meyakinkan kalangan Gereja Roma tentang faedah angka Arab untuk kebutuhan praktis. Bahkan, mengutip TV Venkateswar an dalam Ubiquitous Indo-Arabic Numerals, pada 1299 otoritas Kota Florence di Italia melarang penggunaan angka Arab (1-2-3-4-5-6-7-8-9-0).