Komandan pasukan AS di Irak, Jenderal David Petraeus pesimis, penambahan pasukan ke Irak bisa mengatasi persoalan keamanan di negeri 1001 malam itu.
Menurutnya, cara terbaik dalam mengatasi persoalan Irak adalah dengan melakukan langkah politik dan rekonsiliasi.
"Bukan solusi militer untuk persoalan seperti yang terjadi Irak, " kata Petraeus dalam keterangan pers pertamanya sejak ditunjuk sebagai komandan pasukan koalisi AS, di Zona Hijau, Baghdad, Kamis (8/3).
Ia mengingatkan agar jangan terlalu banyak berharap dari militer, karena tentara sendiri tidak bisa mencegah munculnya lingkaran kekerasan yang terjadi di Irak. "Tindakan militer perlu untuk membantu meningkatkan keamanan, tapi itu saja tidak cukup, " kata Petraeus.
Apa yang dilontarkan Petraeus memang ada benarnya. Dua minggu lalu, 90 ribu pasukan gabungan AS dan Irak melakukan operasi militer besar-besaran untuk mengamankan kota Baghdad. Tapi kenyataannya, aksi ledakan-ledakan bom yang menewaskan ratusan orang tetap terjadi.
Pada Kamis kemarin, Menteri Pertahanan AS, Robert Gates memenuhi permintaan Petraeus, mengirimkan 2. 200 polisi militer tambahan ke Irak untuk mendukung pengamanan kota Baghdad. Selanjutnya, Presiden AS George W. Bush akan mengirim lagi sekitar 24 ribu pasukan tempur dan personil pendukung lainnya, meski pengiriman itu ditentang oleh Kongres.
Lebih lanjut Petraeus mengatakan, dialog dengan semua kelompok termasuk kelompok yang berseberangan dengan Perdana Menteri Nuri al-Maliki sangat penting dilakukan dan akan menjadi solusi yang paling ampuh.
Dialog itu, menurutnya, juga harus menyentuh persoalan kelompok-kelompok yang merasa diabaikan, yang merasa bahwa "Irak yang baru tidak memberi tempat buat mereka. "
Untuk mengatasi konflik dan kekerasan di Irak, dalam waktu dekat ini juga akan digelar konferensi internasional di kota Baghdad. Tujuh negara Arab, lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Liga Arab dan Organisasi Konferensi Islam akan hadir dalam konferensi itu.
Konferensi tersebut juga rencananya akan mempertemukan AS dan seterunya Suriah dan Iran dalam satu meja, untuk pertama kalinya dalam kurun waktu lebih dari dua tahun ini. (ln/iol/aljz)