Di tengah kecemasan akan situasi keamanan, rakyat Irak tetap bersemangat menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Sebagian besar mereka berbelanja kebutuhan untuk menyambut awal Ramadhan.
"Bisnis menjadi ramai menjelang Ramadhan, bisa menutupi kerugian ketika terjadi serangan-serangan, " kata Muhammad Saleh, penjual sembako di pasar Shorja, salah satu pasar tertua di Baghdad.
Menurut Saleh, para pedagang di pasar Shorja memberanikan diri membuka toko mereka, yang biasanya tutup karena khawatir menjadi sasaran serangan. Begitu juga dengan para pembeli, mulai dari kaum laki-laki, perempuan sampai anak-anak, mereka memberanikan diri kembali berbelanja di pasar itu.
Bagi banyak warga Irak, berbelanja di Pasar Shorja yang sudah berusia 400 tahun merupakan tradisi menjelang bulan suci Ramadhan.
"Berbelanja ke pasar ini sebelum Ramadhan adalah tradisi yang tidak bisa kami tinggalkan begitu saja, meski harus menghadapi resiko. Kami membeli apa saja yang kami butuhkan untuk membuat makanan khas Irak di bulan Ramadhan, " kata Umi Ahmed, ibu dari empat anak.
Berharap Situasi Aman Selama Ramadhan
Sementara para pejabat AS memberikan gambaran, seolah-olah situasi di Irak berhasil mereka kendalikan, rakyat Negeri 1001 Malam itu hanya punya satu keinginan sederhana. Mereka menginginkan situasi di Irak tenang dan aman agar mereka bisa khusyuk menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan.
"Saya harap para imam masjid berupaya sebaik mungkin untuk menyerukan agar rakyat Iran bersatu dan bukan saling memicu kekerasan, " harap Sadoun Sadiq, seorang pedagang di kawasan Karrada, Baghdad.
"Mereka yang meledakkan bom-bom mobil di tengah warga sipil tak berdosa, bukan hanya tidak punya agama tapi juga tidak punya Tuhan, " tukas Umi Khalid, seorang ibu rumah tangga berusia 60 tahun pada AFP.
Meski demikian, Umi Khalid pesimis kekerasan akan berkurang selama Ramadhan ini. "Yang namanya teroris tidak akan menghormati bulan suci Ramadhan atau hal-hal suci lainnya. Target mereka hanya rakyat Irak, " ujarnya.
Ungkapan pesimis juga dilontarkan warga Irak lainnya bernama Faris, 32. "Saya pikir kekerasan tidak akan berkurang, karena tingginya perbedaan sikap politik, khususnya sekarang ini di mana pemerintah diharapkan melakukan banyak perubahan, " ujarnya
Dari pengalaman tahun-tahun lalu, sejak invasi AS ke Irak, tindak kekerasan di bulan Ramadhan tetap banyak menelan korban jiwa.
Militer AS mengklaim jumlah tindak kekerasan selama beberapa hari sebelum Ramadhan tahun ini, menurun dan diharapkan situasinya akan terus kondusif. Hal serupa diungkapkan PM Iran Nouri al-Maliki yang mengatakan bahwa tingkat kekerasan di Baghdad menurun 75 persen sejak AS mengirimkan pasukan tambahan ke kota itu pada bulan Februari lalu.
Oleh sebab itu, pemerintah Irak memundurkan waktu jam malam di Baghdad yang tadinya dimulai pukul 11. 00 malam menjadi pukul 12. 00 tengah malam. Sedangkan waktu larangan antara pukul 11. 00 pagi sampai pukul 15. 00 sore pada hari Jumat, tidak akan diberlakukan lagi.
Namun, seperti tahun lalu, akan terjadi perbedaan awal puasa antara Muslim Sunni dan Syiah di Irak. Muslim Sunni akan mulai berpuasa pada Rabu (12/9) sedangkan Muslim Syiah baru keesokan harinya. (ln/iol)