Warga Muslim China mengeluhkan sikap pemerintah China yang terlalu berlebihan melakukan pengamanan, terutama terhadap warga Muslim, menjelang pembukaan Olimpiade di Beizing. Pemerintah China memberlakukan pembatasan bepergian dan penggeledahan terhadap warga Muslim sebelum naik ke pesawat.
"Mereka memeriksa apa yang kami bawa. Pengamanan sangat ketat sekarang ini, " keluh Hasmat, seorang warga Muslim China yang berprofesi sebagai pedagang setelah mengalami penggeledahan di bandara Urumqi, ibukota provinsi Xinjiang yang tempat sebagian besar warga Muslim China bermukim.
Bukan hanya digeledah, oleh otoritas pemerintah China, Hasmat diharuskan menunjukkan surat dari perusahaan yang akan ia kunjungi agar bisa mendapatkan tiket dari maskapai penerbangan China. Saat itu ia berencana pergi ke kota Xian untuk urusan bisnisnya.
"Itu semua dilakukan karena saya orang Uighur. Ini tidak adil. Karena kami juga mendukung pelaksanaan olimpiade, " protes Hasmat.
Muslim Uighur adalah warga Muslim China yang menggunakan bahasa Turki. Jumlah mereka di wilayah Xinjiang sekitar delapan juta jiwa dan kerap mengalami tindakan sewenang-wenang dan diskriminasi dari pemerintah China. Pemerintah China menuding kelompok separatis Muslim Uighur yang menginginkan memisahkan diri dari China telah menyusun rencana untuk mengganggu pelaksanaan olimpiade Beizing. Namun kelompok-kelompok organisasi hak asasi manusia menyatakan pemerintah China terlalu berlebihan dalam menyikapi hal tersebut.
Sejak tahun 1955 wilayah Xinjiang sudah menjadi wilayah otonomi. Namun wilayah yang kaya akan sumber minyak dan gas buminya ini selalu menjadi target operasi keamanan pemerintah China.
Kongres Uighur Dunia yang berbasis di Munich, Jerman sejak lama memprotes kontrol ketat yang dilakukan China di Xinjiang. Menurut Kongres itu, banyak orang-orang Uighur yang dilarang bepergian.
"Mereka tidak bisa membeli tiket pesawat. Dan selalu dibilang bahwa tiket yang akan mereka beli habis. Ini adalah bagian dari pola diskriminasi China terhadap masyarakat Uighur, " kata Dilxat Raxit, juru bicara Kongres.
Namun, juru bicara Penerbangan Sipil China membantah bahwa mereka telah melakukan pembatasan bepergian dengan pesawat bagi warga Muslim Uighur. "Itu tidak mungkin dilakukan. Sejauh yang saya tahu, tidak ada regulasi semacam itu, " bantah jubir itu. Padahal kenyataannya, dalam beberapa hari terakhir, hanya sedikit warga Uighur yang terlihat mengantri di bandara, dibandingkan dengan warga dari etnis Han yang jumlah bisa mencapai ratusan.
China berharap, dengan menjadi tuan rumah olimpiade yang akan dibuka tanggal 8 Agustus mendatang, akan memperbaiki citra negeri itu yang belakangan menjadi sorotan karena pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan otoritas pemerintahnya.
Pemerintah China ternyata bukan hanya memberlakukan pembatasan bepergian bagi warga Muslim Uighur. Seorang perempuan Uighur pernah dipaksa untuk digeledah bagian badannya sebelum diizinkan naik ke kereta di Kashgar, sebuah kawasan dekat perbatasan negara Pakistan.
Perempuan Uighur berusia sekitar 20 tahunan itu mengatakan, dia sampai dua kali ditolak membeli karcis dari Kashgar ke Urumqi, saat akan melakukan perjalanan untuk ikut training pekerjaannya yang baru. Polisi bahkan menyita paspornya dan menjamin paspornya akan aman.
"Banyak dari kami, sekarang mencoba melupakan rencana-rencana yang kami buat dan menunggu sampai situasi ini berakhir, " kata perempuan Uighur itu. (ln/iol)