Dengan memenjara Ilham Tohti seumur hidup, pada hakikatnya pemerintah Republik Rakyat Tiongkok memberi isyarat keras kepada seluruh warganya atau siapa pun juga agar jangan main-main sembarangan melakukan kritik apalagi protes terhadap pemerintah Republik Rakyat Tiongkok.
Keresahan
Ilham Tohti adalah dosen fakultas ekonomi Universitas Beijing yang selalu berada di gugus terdepan para pengeritik kebijakan pemerintah Tiongkok terhadap masyarakat Uighur di Xinjiang. Meski selalu dibantah oleh pemerintah Tiongkok, namun keresahan masyarakat Uighur telah berulang kali meledak menjadi berbagai kekerasan yang terjadi di Xinjiang sebagai Tanah Air Udara 10 juta warga Uighur.
Memuncak di Beijing pada Oktober 2013 tiga bulan sebelum Ilham Tohti dipenjara, ketika sebuah mobil meledak di dekat foto Mao di kawasan Tiananmen menewaskan enam orang termasuk tiga warga Uighur di dalam mobil tersebut.
Sebelumnya, menurut catatan pemerintah China kerusuhan Ürümqi Juli 2009 menelan korban 197 orang tewas dan 1.721 lainnya luka-luka.
Tanpa Kekerasan
Dalam mengungkap kritik, sebenarnya Ilham Tohti selalu menegaskan suatu gerakan tanpa kekerasan seperti yang dianjurkan Mahatma Gandhi, Nelson Mandella, Romo Mangunwijaya, Sandyawan Sumardi dan para pejuang hak asasi manusia lain-lainnya. Namun pemerintah Republik Rakyat Tiongkok tetap meyakini apa yang dilakukan Ilham Tohti membahayakan kepentingan negara, bangsa dan rakyat maka harus ditindak tegas dengan hukuman seumur hidup.
Masyarakat internasional, termasuk Barack Obama pada masa masih presiden Amerika Serikat memprotes vonis penjara seumur hidup terhadap Ilham Tohti. Namun pemerintah Tiongkok lugas menyatakan bahwa keputusan majelis hakim pengadilan terhadap Ilham Tohti sampai ke “kamp pendidikan ulang” merupakan urusan dalam negeri Tiongkok sekaligus kedaulatan hukum Republik Rakyat Tiongkok yang tidak layak maka tidak boleh dicampur-tangani oleh negara lain mana pun juga di planet bumi ini. [kl/rmol]
Penulis: Jaya Suprana, pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan